Sisi Agamais Seorang Pelacur
Identitas Buku
Judul : Agama Pelacur: Dramaturgi Transedental.
Penulis : Prof. Dr. Nur Syam, M.Si
Tahun Terbit : 2010
Penerbit : LKiS
Sinopsis
Lantas
apa yang membuat buku ini berbeda dan menarik? Pertanyaan itu jelas adalah
pertanyaan pertama ketika hendak membeli atau membaca sebuah buku disamping
cover buka tersebut tentunya. Bagi saya ada dua hal yang
membuat buku ini menarik. Pertama
karena faktor sang Penulis. Prof. Syam adalah seorang guru besar sekaligus
rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya. Beliau memang dikenal sebagai ahli sosiologi
dan antropologi namun posisinya sebagai orang penting di sebuah perguruan
tinggi berlabel islam jelas sangat kontras dengan isi yang sendrung memberikan pembelaan
terhadap para pelacur (meskipun beliau telah mewanti-wanti di awal bahwa buku
ini bukanlah untuk menjustifikasi golongan tertentu benar atau salah). Kedua, tentu adalah faktor tema yang
diangkat yang nerupakan sisi yang kontras ditengah masyarakat. Pelacur dan
agama jelas bagaikan dua sisimata uang tak mungkin dipertemukan. Namun dalam
buku ini justtru mengupas bagaimana pelacurpun memiliki sisi-sisi religius.
Masalah ketuhanan tak terbatas hanya karean masalah prfesi ataupun status
sosial.
Prof Nur Syam menjadikan sex sebagai pintu gerbangnya untuk memahami sisi
lain pelacur. Sex adalah kebutuhan dasar manusia yang sangat kompleks. Seks
bukan semata pemenuhan nafsu biologis semata. Beliau menggugat pandangan
masyarakat kebanyakan yang memandang sex sebagai permaslahan domesti semata
antara suami dan istri. Sex justru telah mengalami konstruksi oleh masyarakat
sehingga dimensi sex semakin luas dan kompleks.
Pengalaman sexual seseorang dibedakan menjadi dua. Ada yang memperlakukan
seks sebagai rekreasi jiwa dan ada pula yang memandang bahwa sex aalah
aktivitas prokreasi. Sebagai tindakan rekreasi artinya seks adalah wahna
manusia melpas penat ataupun pusing karena pekerjaan dan lain. Seks adalah penenang
jiwa. Namun ketika memandang seks sebagi aktivitas prokreasi artuinya seks itu
sarana untuk meneruskan generasi. Jika tidak berhubungan seksual maka tidak
akan ada generasi penerus.
Inilah kemudian yang menjadi landasan pemikiran prof, Nursyam dalam memandang
pelacur hanya sebagai sebuah kegiatan seks bersifat rekreasi. Para lelaki
hidung belang yang datang ke lokalisasi tidak memiliki niat untuk melnajutkan
keturunan. Mereka ke sana semata untuk melakukan rekreasi seksual untuk
mengusir penat dan beban mereka.
Permasalahan yang ingin diangkat oleh oleh Prof. Syam dalam buku ini adalah
sisi keagamaan pelacur yang selama ini dikonstruksikan masyarakat sebagai orang
yang menyimpang dari agama. Pelacur juga manusia itulah yang ingin
diperlihatkan oleh buku ini. dia juga menjalani hidup yang sama layaknya
manusia biasa. Pelacur bisa menangis bisa tertawa, bisa senang, bisa berduka
dan segalanya. Bahkan pelacur menjalani hidup lebih berat. Ia harus tersenyum
melayani tamu mereka.
Kesadaran religius pelacur inilah kemudian yang dikelola oleh Prof. Syam
menjadi narasi yang panjang dan menarik. Dalam kajian tentang pelacur ini
prof.Syam menggunakan metode dramaturgi yaitu pendekatan ilmu sosial yang
menganalogikan fenomena sosial sebagai sebuah drama. Dalam drama setiap tindak
tutur aktor ditentukan oleh skenario yang berada diluar diri sang aktor.
Pendekatan dramaturgi akan mampu mengungkapkan dua sisi fenomena sosial.
Tindakan sosial sebagaoi sebagai sebuah in
order to motive maupun tindakan sosial sebagai sebuah because motive. In order to motive adalah tindakan sosial yang
dilakukan sesorang karena kesaran sendiri. Sedangkan because notive berangkat
dari anggapan bahwa tindakan seseorang tidak pernah lepas dari faktor external
semacam ekonomi, poltik, budaya, maupun agama.
Tindakan pelacur seharusnya dilihat dari kedua motive ini. Karena selama
ini orang memandang pelacur murni sebagai in
order to motive padahal banyak pula pelacur yang menjadi pelacur karena
tekanan ekonomi, tekanan sosial, bahkan bisa saja karena trauma rumah tangga
maupun trauma keagamaan sehingga ini adalalah because motive.
Meskipun pelacur diidentikkan dengan dunia hitam dan maksiat namun para
pelacurpun memiliki sisi agamais yang sama dengan manusia lainnya yang mengaku
sebagai kaum beragama. Tuhan bisa hadir di mana-mana. Tuhan tidak hanya ada di
surau, mushalla, masjid, gereja, pura, taupun sinagog namun tuhanpun hadir
dilokalisasi ataupun ruang remang-remang lainnya. Tak ada yang bisa mengatur
tuhan itu hadir di mana.
Sisi agamais pelacur ini terlihat dari pernyataan salah satu responden yang
dimasukkan ke dalam buku ini;
Wiwit: “Aku juga shalat mas meski hanya kadang-kadang ajadan bahkan setelah
aku menerima tamu. Entah bagaimana dengan nilai shalatku, yang jelas allah yang
tahu” (Hal.160)
Jelas dari kutipan di atas bahwa pelacur pun memiliki sisi religuis yang
patut dihormati dan dihargai terlepas dari konstruksi masyarakat tentang
pelacur itu sendiri. Lebih dari itu buku ini mengajarkan kita untuk melihat
sesuatu denga perspektif yang lebih luas. Jangan terpaku dengan konstruksi
mapan yang telah terbentuk oleh proses ekonomi, politik, maupun sosial budaya
yang ada di sekitar kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar