Resensi - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Jumat, 13 Juli 2012

Resensi


Sisi Agamais Seorang Pelacur



Identitas Buku

Judul  : Agama Pelacur: Dramaturgi Transedental.
Penulis            : Prof. Dr. Nur Syam, M.Si
Tahun Terbit   : 2010
Penerbit          : LKiS

Sinopsis

Kita tentu masih ingat dengan lagu Kupu-Kupu Malam yang diciptakan oleh musisi senior Tieteik Puspa dan kemudian dinyanyikan ulang oleh grup band Peterpan. Dalam lagu itu diceritakan tentang kehidupan, suka dan duka menjadi pelacur yang kemudian dieprhalus menjadi kupu-kupu malam. Lagu itu menggambarkan betapa pelacur penuh dengan paradox disatu sisi ada yang membenci dirinya semetara ada juga juga yang membutuhkannya, ada yang sampai berlutut mecintainya namun banyak pula yang secara kecam menyiksa dirinya. Itulah sekilas gambaran pelacur oleh seorang titik puspa yang adalah seorang seniman dan perempuan.
Lantas apa yang membuat buku ini berbeda dan menarik? Pertanyaan itu jelas adalah pertanyaan pertama ketika hendak membeli atau membaca sebuah buku disamping cover buka tersebut tentunya. Bagi saya ada dua hal yang membuat buku ini menarik. Pertama karena faktor sang Penulis. Prof. Syam adalah seorang guru besar sekaligus rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya. Beliau memang dikenal sebagai ahli sosiologi dan antropologi namun posisinya sebagai orang penting di sebuah perguruan tinggi berlabel islam jelas sangat kontras dengan isi yang sendrung memberikan pembelaan terhadap para pelacur (meskipun beliau telah mewanti-wanti di awal bahwa buku ini bukanlah untuk menjustifikasi golongan tertentu benar atau salah). Kedua, tentu adalah faktor tema yang diangkat yang nerupakan sisi yang kontras ditengah masyarakat. Pelacur dan agama jelas bagaikan dua sisimata uang tak mungkin dipertemukan. Namun dalam buku ini justtru mengupas bagaimana pelacurpun memiliki sisi-sisi religius. Masalah ketuhanan tak terbatas hanya karean masalah prfesi ataupun status sosial.
Prof Nur Syam menjadikan sex sebagai pintu gerbangnya untuk memahami sisi lain pelacur. Sex adalah kebutuhan dasar manusia yang sangat kompleks. Seks bukan semata pemenuhan nafsu biologis semata. Beliau menggugat pandangan masyarakat kebanyakan yang memandang sex sebagai permaslahan domesti semata antara suami dan istri. Sex justru telah mengalami konstruksi oleh masyarakat sehingga dimensi sex semakin luas dan kompleks.
Pengalaman sexual seseorang dibedakan menjadi dua. Ada yang memperlakukan seks sebagai rekreasi jiwa dan ada pula yang memandang bahwa sex aalah aktivitas prokreasi. Sebagai tindakan rekreasi artinya seks adalah wahna manusia melpas penat ataupun pusing karena pekerjaan dan lain. Seks adalah penenang jiwa. Namun ketika memandang seks sebagi aktivitas prokreasi artuinya seks itu sarana untuk meneruskan generasi. Jika tidak berhubungan seksual maka tidak akan ada generasi penerus.
Inilah kemudian yang menjadi landasan pemikiran prof, Nursyam dalam memandang pelacur hanya sebagai sebuah kegiatan seks bersifat rekreasi. Para lelaki hidung belang yang datang ke lokalisasi tidak memiliki niat untuk melnajutkan keturunan. Mereka ke sana semata untuk melakukan rekreasi seksual untuk mengusir penat dan beban mereka.
Permasalahan yang ingin diangkat oleh oleh Prof. Syam dalam buku ini adalah sisi keagamaan pelacur yang selama ini dikonstruksikan masyarakat sebagai orang yang menyimpang dari agama. Pelacur juga manusia itulah yang ingin diperlihatkan oleh buku ini. dia juga menjalani hidup yang sama layaknya manusia biasa. Pelacur bisa menangis bisa tertawa, bisa senang, bisa berduka dan segalanya. Bahkan pelacur menjalani hidup lebih berat. Ia harus tersenyum melayani tamu mereka.
Kesadaran religius pelacur inilah kemudian yang dikelola oleh Prof. Syam menjadi narasi yang panjang dan menarik. Dalam kajian tentang pelacur ini prof.Syam menggunakan metode dramaturgi yaitu pendekatan ilmu sosial yang menganalogikan fenomena sosial sebagai sebuah drama. Dalam drama setiap tindak tutur aktor ditentukan oleh skenario yang berada diluar diri sang aktor.
Pendekatan dramaturgi akan mampu mengungkapkan dua sisi fenomena sosial. Tindakan sosial sebagaoi sebagai sebuah in order to motive maupun tindakan sosial sebagai sebuah because motive. In order to motive adalah tindakan sosial yang dilakukan sesorang karena kesaran sendiri. Sedangkan because notive berangkat dari anggapan bahwa tindakan seseorang tidak pernah lepas dari faktor external semacam ekonomi, poltik, budaya, maupun agama.
Tindakan pelacur seharusnya dilihat dari kedua motive ini. Karena selama ini orang memandang pelacur murni sebagai in order to motive padahal banyak pula pelacur yang menjadi pelacur karena tekanan ekonomi, tekanan sosial, bahkan bisa saja karena trauma rumah tangga maupun trauma keagamaan sehingga ini adalalah because motive.
Meskipun pelacur diidentikkan dengan dunia hitam dan maksiat namun para pelacurpun memiliki sisi agamais yang sama dengan manusia lainnya yang mengaku sebagai kaum beragama. Tuhan bisa hadir di mana-mana. Tuhan tidak hanya ada di surau, mushalla, masjid, gereja, pura, taupun sinagog namun tuhanpun hadir dilokalisasi ataupun ruang remang-remang lainnya. Tak ada yang bisa mengatur tuhan itu hadir di mana.
Sisi agamais pelacur ini terlihat dari pernyataan salah satu responden yang dimasukkan ke dalam buku ini;
Wiwit: “Aku juga shalat mas meski hanya kadang-kadang ajadan bahkan setelah aku menerima tamu. Entah bagaimana dengan nilai shalatku, yang jelas allah yang tahu” (Hal.160)
Jelas dari kutipan di atas bahwa pelacur pun memiliki sisi religuis yang patut dihormati dan dihargai terlepas dari konstruksi masyarakat tentang pelacur itu sendiri. Lebih dari itu buku ini mengajarkan kita untuk melihat sesuatu denga perspektif yang lebih luas. Jangan terpaku dengan konstruksi mapan yang telah terbentuk oleh proses ekonomi, politik, maupun sosial budaya yang ada di sekitar kita.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar