Menenun (nyensek) merupakan mata pencaharian sampingan bagi
kaum perempuan baik ibu-ibu maupun gadis-gasi Desa
Pengadangan
Kecamatan Pringgasela Lombok Timur. Di
samping sebagai buruh tani tentunya. Namun
usaha rumahan ini masih mengalami kendala pemodalan sehingga tidak bisa
diproduksi massal.
Untuk menghasilkan sepotong kain tenun berkualitas
dibutuhkan waktu yang cukup lama. “Untuk menghasilkan satu buah kain saja
rata-rata memerlukan waktu sekitar satu minggu”. Lamanya pengerjaan kain tenun
ini tidak lepas dari perlatan yang digunakan. Peralatan tenun yang digunakan
masih perlatan-peralatan tradisional yang sangat manual.
Alat utama yang
digunakan adalah gigontong, adar, ban,
lekot,
jajak, kanjian dan jalak yang terbut dari kayu dan bambu.
Kesemua peralatan di atas merupakan peralatan tenun tradisional sasak. Selain
fungsi formal sebagai alat tenun, beberapa alat tenun khas sasak tersebut
memiliki fungsi-fungsi sampingan.
Alat jajak
misalnya. Alat ini berada di hadapan para penenun. Tempat kain yang sedang
ditenun dikaitkan. Selain itu bunyian yang dihasilkan oleh jajak berfungsi
untuk memberitakan bahwa ada orang yang sedang menenun. Para penenun terkadang
tidak merasa tidak pas jika suara jajak
mereka serak dan tidak nyaring. Biasanya alunan jajak ini saling sahut menyahut antara penenun satu dengan yang
lain.
Potensi ekonomis menenun sebenarnya sangat besar
jika bisa dioptimalkan. Keuntungan yang didapat penenun dalam sepotong kain
bisa mencapai Rp. 150.000,-. “Harga
sepotong tenun di patok sekitar 450 ribu rupiah dan memerlukan modal sekitar
300 ribu rupiah. Sementara septong kain paling cepat saya selesaikan dalam satu
minggu. Rata-rata ya saya mendapatkan
penghasilan sekitar 150 ribu dari menenun jika selesai seminggu,”
Kendala utama yang dihadapi para penenun adalah
masalah pemasaran dan modal usaha.Saat ini pemasarannya hanya sebatas di dalam
desa Pengadangan saja. Mereka juga baru menenun jika ada pesanan. Hal ini
karena biasanya biaya produksi diberikan oleh pemesan. Oleh karena para penenun
tidak mampu membuat kain dalam jumlah banyak untuk dipasarkan.
Seandainya bisa di pasarkan diluar tentu harganya
jauh lebih besar ketimbang di dalam desa. Menurut Inak Sabri harga kain sejenis
kalok di toko-toko bisa sampai satu juta rupiah. Lagipula kualitas kain hasil
tenunanya tidak kalah bagus dengan yang ada di pasaran. Bahkan jauh lebih bagus.
Salah satu produk tenun khas desa Pengadangan yang
terkenal adalah kain tenun motif juara
Lombok. Ada juga kain tenun dengan motif yang baru yaitu hasil kombinasi
dari motif khas Sumbawa dan motif kain khas Kabupaten Lombok Utara.
Untuk menarik peminat pembeli baru, Ketua LKM Desa
Pengadangan M. Khidir mengatakan bahwa tahun ini akan diadakan semacam pameran
untuk mengenalkan hasil tenun mereka keluar daerah. Pameran ini dilaksanakan dengan dana anggaran dari PNPM Mandiri
Pariwisata.
Dana PNPM Mandiri Pariwisata ini diberikan dalam dua
tahap. Dana pertama sekitar 70 juta rupiah dan dana kedua sekitar 100 juta
rupiah. Dari dana pertama, kelompok tenun hanya menerima sekitar 30 juta
rupiah. Jadi, karena ada lima kelompok tenun, setiap kelompok menerima dana
bantuan sebesar enam juta rupiah.
Dalam satu kelompok terdiri dari 10 orang penenun.
Jadi, setiap penenun menerima dana sebesar 600 ribu rupiah. Pada dana bantuan
kedua, dana dibagi menjadi dua bagian yaitu yang pertama pengadaan perlengkapan
art-shop sebesar 5.988.000 rupiah dan
yang kedua fasilitasi bahan baku alat tenun sebesar 37.820.000 rupiah. Jika
desa mendapatkan bantuan untuk yang ketiga kalinya, maka rencana untuk
melaksanakan pameran pun akan terwujud.
Banyak penenun yang berharap agar pameran itu cepat
terlaksana. Dan bukan hanya kelompok penenun saja yang menunggu pameran
tersebut, melainkan kelompok – kelompok kesenian lain yang berada di desa itu
pun berharap demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar