Besarnya potensi tambang batu dan pasir di Desa
pengadangan ternyata belum mampu mengangkat taraf hidup warganya. Sebagian
besar warga masih kerja serabutan karena bekerja sebagai penambang pasir tidak
memiliki kejelasan masa depan sama sekali mengingat lokasi tambang rencananya
akan ditutup oleh pemerintah kabupaten Lombok Timur karena tidak mengantongi
izin.
Dari empat lahan
tambang yang ada di desa Pengadangan
yaitu dusun Bawak Paok, Gubuk Timuk, Kuang Sawi, dan Lendag Bedug
sendiri, hanya beberapa yang memilki surat izin. Menurut pengakuan Humaidi yang
bekerja sebagai salah satu staf di kantor desa Pengadangan, pemerintah telah melakukan dua kali peringatan dan
tiga kali penyuluhan perihal pertambangan, namun para penambang hanya merespon
sesaat. Meski garis polisi menutupi area penambangan, beberapa hari kemudian
area tersebut akan kembali di penuhi penambang.
Kenekatan warga untuk tetap menggali pasir karena
tergiur daiHasil
yang di dapat penpengahsilan yang akan
didapatkan. Pengahsilan penambang perhari berkisar antara 200-300 ribu rupiah. Namun hasil tersebut tidaklah
pasti dan sangat bergantung pada kondisi lahan tambang. Jika kebetulan mendapatkan lahan yang banyak pasir
dan batunya maka pengahasilannya besar namun jika sebaliknya maka pengahasilan
akan menurun.
Perkerjaan sebagai penambang pasir dilakoni sebagian
warga sebagai profesi sampingan demi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu
penambang bernama Amaq Sulaem (60) mengaku meskipun ia memiliki sawah seluas 20 Are, ia telah bekerja di lahan
tambang cukup lama. Jika ia hanya mengandalkan hasil panen dan tidak mencari
kerja sampingan, maka ia dan keluarganya akan kesusahan memenuhi kebutuhan
hidup lainnya.
Resiko Tinggi
Pekerjaan
sebagai penambang batu dan pasir sangat berbahaya karena lokasi tambang yang
merupakan tanah curam yang mudah longsor. Pada musim hujan biasanya kondisi lahan bertambah ekstrim. Tetesan hujan yang merembes di atas lahan tambang
membuat beban tanah bertambah. Hal ini memicu terjadinya longsor yang dapat
menimpa penambang yang sedang menggali batu di bawah di bawah
tebing.
Sejak dibuka pada tahun 90-an, salah satu lokasi
tambang di dusun Lendang Bedug telah
menelan enam korban jiwa. Empat orang meninggal
dunia dan dua orang mengalami cacat fisik permanen.
Resiko kerja diperparah minimnya peralatan tamabang.
Mereka tidak memiliki prosedur pengamanan sama sekali. Penambang hanya bekerja dengan alat sederhana dan mengandalkan bunyi retakan sebagai pertanda
tebing akan runtuh.
Namun kondisi ini tidak dihiraukan oleh para penambang
karena mereka harus tetap melanjutkan hidup. Sudah semestinya pemerintah daerah
lebih memperhatikan keadaan para penambang ini. Tindakan menutup lokasi tambang
tanpa ada solusi lain bukanlah jalan keluar yang tepat. Sudah semestinya
kekayaan alam desa pengadangan dikelola sebesar-besarnya demi kesejahteraan
warganya. (Azan, Lia, Heny)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar