Mataram, Pena Kampus – Tengah Malam itu, Selasa (30/01) terasa begitu mencekam di Setungkep Lingsar, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur. Nani, Rina, Leny, dan Risma (mahasiswa KKN) berusaha menahan pintu kamar agar tidak ikut didobrak, walaupun dari luar terdengar suara agar mereka semua keluar dari kamar tersebut. Jika tidak, mereka yang ada di luar diancam akan dibunuh.
Tidak ada yang bisa melawan, Setelah masuk, dua perampok tersebut meminta barang-barang berharga dan mengobrak-abrik tas dan yang lain. Ada yang hendak melawan namun hampir kena tebas perampok karena mereka membawa senjata tajam. Tentu saja membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyerahkan barang-barang berharga yang mereka miliki. Insiden yang terjadi sekitar pukul 01:00 WITA dini hari itu memang tidak memakan korban jiwa, namun banyak barang berharga yang diambil oleh pelaku, berupa lima handphone android milik Reanfi Nurfatimah (FKIP), Rian Bima Putra (FKIP), Wazid Rafid Sanjani (Fakultas Pertanian), dan Devid Noviadi sebanyak dua buah (Fakultas Perternakan. Satu laptop, tas besar dan dompet (berisi uang Rp. 500.000,00 serta surat-surat berharga milik M. Habiburrahman (FKIP).
Walaupun salah satu dari mereka, yakni Habib, ketua kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) dapat kabur menuju kamar mandi untuk menghubungi pihak Desa, namun para perampok sudah pergi ketika kepala desa sampai di lokasi.
“Iya dia sempat kabur ke kamar mandi dan telpon pihak desa juga. Selang beberapa menit setelah rampok pergi dia datang orang-orang yang kita minta pertolongan itu”, tutur Fitriana Handayani yang akrab disapa Nani, salah satu mahasiswa KKN ketika diwawancara via handphone, Jumat (02/02).
Dari pengakuan Habib pun demikian, Kamis (08/02). Ketika dapat kabur ke kamar mandi, dia menelpon beberapa pihak, yakni Trantib (pihak keamanan desa), Babinsa Setungkep Lingsar, Kades, juga Polmas setempat, namun tidak ada jawaban dari Trantib saat itu, sedangkan Babinsa dan kades lama datang karena terkendala dengan lokasi yang lumayan jauh dari posko.
Dengan kondisi yang menegangkan dan mencekam ketika insiden tersebut, sore harinya setelah pihak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), Dosen Pembimbing Lapangan (DPL), beserta Camat datang ke lokasi melakukan musyawarah, Habib sempat mengajukan penarikan dini. Bagaimanapun mereka perlu waktu satu atau dua hari untuk menenangkan diri pasca tragedi itu, akan tetapi pihak LPPM tidak mengizinkan.
Tidak ada tindak lanjut apapun dari desa setelah kejadian itu selain sikap menyayangkan peristiwa tersebut.
Berdasarkan pernyataan Koordinator KKN Dr. H. Ahmad Jupri, M. Eng, hari itu juga, kurang dari 24 jam setelah mendapat informasi dari Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Prof. Dr. Agil Al Idrus, M. Si mengenai insiden perampokan itu, pihak LPPM bersama DPL datang ke lokasi kejadian dan setelah musyawarah dengan camat setempat, mahasiswa-mahasiswa KKN yang berlokasi di Desa Setungkep Lingsar Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur itu untuk dipindahkan ke desa yang dirasa lebih aman, Desa Selebung Ketangga.
Menanggapi masalah penarikan dini, jika itu dilakukan, maka otomatis mahasiswa KKN yang berada di Setungkep Lingsar dianggap selesai dan itu berarti mereka harus mengulangnya di KKN periode berikutnya. Karena terhitung semenjak awal datang ke lokasi sampai insiden tersebut mereka baru menetap di sana selama 15 hari.
Desa Setungkep Lingsar langsung dicoret dari daftar yang dijadikan lokasi KKN. Sampai saat ini, kasus tersebut masih diusut oleh pihak yang berwajib. Untuk kerugian materil yang mencapai sekitar lebih dari 14 Juta itu, Jupri mengatakan bahwa hal itu tidak bisa ditangani oleh pihak LPPM karena untuk ansuransi permahasiswa KKN itu baru bisa diberikan jika ada yang mengalami luka-luka atau yang sampai masuk ke rumah sakit.
“Kalo kerugian ya kami tidak bisa ditangani, jujur aja. Sampai saya langsung tu kontak ansuransi, ‘ada ndak untuk ini? Gak ada’ katanya, kecuali kalo dia dirampok dan kemudian dia luka maksudnya butuh pengobatan, ya kita berikan”. Ungkap Jupri pada Senin, (05/02).
Sebelum ditetapkan sebagai lokasi KKN, setiap lokasi memang disurvei dan diseleksi, terutama untuk keamanannya. Diubahnya sistem KKN yang mulanya bisa berangkat kapan saja ke lokasi sekarang harus berangkat semua secara keseluruhan, demikian pula dengan waktu KKN yang berada di antar semester, bertepatan dengan waktu libur, itu untuk menghindari agar mahasiswa tidak bolak-balik ke kampus karena beralasan masih ada kuliah dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Walaupun lokasi yang sekarang lebih aman, namun trauma itu masih dirasakan oleh mahasiswa-mahasiswa KKN, mereka bahkan masih takut untuk ke mana-mana setelah kejadian itu. (Ida/Han)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar