Para peserta kuliah umum sedang menyimak materi yang
disampaikan oleh SLF
Mataram, Pena Kampus – Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas
Mataram (Unram) menyelenggarakan kuliah umum yang bertajuk “Masyarakat Sensor
Mandiri, Wujud Kepribadian Bangsa”. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Aula Gedung A FKIP
Unram, atas kerja sama Lembaga Sensor Film (LSF) dan Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni (JPBS), Program Studi (Prodi) S1-S2 Pendidikan Bahasa Indonesia dan
Inggris, Selasa 12/03/2019.
Pesatnya perkembangan dan
pertumbuhan stasiun televisi di satu sisi terkadang membawa pangaruh atau nilai
posistif dalam upaya meningkatkan peluang keterbukaan informasi, edukasi, dan
hiburan masyarakat. Namun, di sisi lain juga siaran televisi tidak jarang
membawa pengaruh negatif, sehingga dapat memengaruhi perilaku masyarakat secara
negatif. Sehingga, peran dari Lembaga
Sensor Film (LSF) sangat dibutuhkan, dalam upaya mewujudkan kepribadian bangsa
yang baik ke depannya.
Imam Suharjo selaku pemateri
dalam kegiatan kuliah umum tersebut menguraikan materi mengenai bagaimana cara
memilah dan memilih tontonan yang baik, bagaimana tips menonton film. Dengan
pesatnya perkembangan media saat ini lebih memudahkan masyarakat dapat
mengakses film melalui mdia online. “Jaman saya masih kecil, kalau mau denger pertandingan badminton misalnya, dulu harus nongkrong di kelurahan
ada radio umum. Sebut saja dulu contohnya hanya TVRI, sekarang semakin banyak
lagi stasiun televisi, bahkan sekarang melalui HP kita bisa menonton film,
bahkan bukan hanya menonton film, bikin
film saja sudah bisa menggunakan HP”, kata Imam.
Besarnya pengaruh film terhadap
masyarakat dapat disadari oleh pemerintah. Seringkali bahkan selalu lebih
dahulu peraturan perundang-undangan tersebut terlambat mengantisipasi
perkembangan teknologi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya rumusan yang
jelas tentang tujuan perfilman yang termaktub dalam Undang-Undang No. 33 Tahun
2009 dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2014. Dalam Undang-Undang tersebut
mengklasifikasikan kategori usia dan dan hal-hal sensitif yang perlu diperhatikan
dan diwaspadai seperti, agama, perjudian, diskriminasi, kekerasan, narkotika,
tidak menghina, melecehkan, menodai dan bertentangan dengan Pancasila, UUD
Tahun 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, lambang, atau simbol
negara. Tidak mendorong seseorang melanggar hukum, tidak mendorong perilaku
permisif, yang dapat merusak ketahanan budaya bangsa, serta penonton berdasarkan
kategori yaitu 13 tahun ke atas, 17 tahun ke atas dan 21 tahun ke atas.
LSF Republik Indonesia hadir sebagai
Lembaga Sensor Film di Indonesia menyarankan program untuk mengenal sensor mandiri
sebagai panduan untuk orangtua dan anak-anak. Sensor mandiri merupakan perilaku
secara sadar dalam memilah dan memlih tontonan. Mendampingi anak-anak saat menonton,
memilih film yang sesuai dengan usia anak, membatasi jam menonton serta mengingatkan
hal-hal yang baik yang patut ditiru dan penanaman nilai-nilai positif. LSF memiliki
peran dan fungsi yang penting sebagai benteng, untuk melindungi bangsa dan
negara dan pengaruh negatif film. Sehingga, pada akhirnya perfilman di
Indonesia dapat memberi dampak yang positif untuk membangun moral bangsa. Film
pada dasar baik, namun memiliki dampak negatif, sehingga diperlukan peran LSF
sebagai filter atau benteng terakhir sebelum dipertunjukkan.
“Oleh karena itu, saya menghimbau kepada masyarakat terutama orangtua untuk
mendampingi atau memilih film yang sudah disensor sebelum ditonton”, jelas
Imam. (dev/di)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar