Sumber: LPM Pena Kampus
Krisis demokrasi terlihat dalam pelaksanaan Pemilihan Raya Mahasiswa (PEMIRA) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram (Unram), yang berakhir dengan terjadinya aklamasi dua tahun belakangan ini. Apabila aklamasi terus-menerus dipertahankan, akan berpotensi melemahkan keadaan demokrasi di kampus. Akibatnya, pemira yang seharusnya menjadi ajang untuk memilih pemimpin yang mewakili kepentingan seluruh mahasiswa, justru hanya menjadi formalitas saja.
Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Aklamasi adalah pernyataan setuju secara lisan dari seluruh peserta rapat dan sebagainya terhadap suatu usul tanpa melalui proses pemungutan suara.
Aklamasi dalam Pemira pernah terjadi di tahun 2023-2024, yang mana terdapat dua pasangan calon ketua dan sekjend, akan tetapi salah satu pasangan calon gugur pada tahap verifikasi administrasi. Kemudian pada pemira tahun ini 2024-2025 kembali terjadi aklamasi dengan ditetapkannya satu pasangan calon, yang merupakan pasangan diusung.
Aklamasi juga dapat mencerminkan tidak adanya partisipasi mahasiswa dalam dinamika politik kampus khususnya di lingkungan FKIP. Situasi ini menimbulkan pertanyaan, apakah sistem pendaftaran calon terlalu rumit sehingga menghalangi munculnya lebih banyak kandidat?
Seperti yang tertera pada persyaratan pendaftaran calon pasangan ketua dan sekjend BEM tahun 2023 dan 2024 yang dikeluarkan oleh KPRM, untuk pencalonan jalur independen dan diusungkan. Persyaratan tersebut ada pada syarat nomor 14 dan 15.
Sumber: Instagram KPRM FKIP tahun 2023 & 2024
Sumber: Instagram KPRM FKIP tahun 2023&2024
Persyaratan 500 KTM bagi pasangan calon independen tentunya lebih memerlukan banyak waktu, tenaga, dan sumber daya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan mengumpulkan 5 surat rekomendasi. Jadi begini, jika anda ingin menjadi calon dan tidak ada organisasi mahasiswa yang mendukung motivasi anda, bersiaplah untuk bekerja keras; mencari dukungan mahasiswa sebanyak 500.
Jika kembali pada Pemira tahun 2021, persyaratan pendaftaran calon pasangan ketua dan sekjend BEM yang di keluarkan oleh KPRM, untuk pencalonan jalur independen dan diusung tercantum dalam persyaratan nomor 17 dan 18. Pasangan calon jalur independen diwajibkan menyerahkan dukungan mahasiswa aktif dengan melampirkan fotocopy 100 KTM, dan jalur diusung hanya menyerahkan minimal tiga (3) surat rekomendasi dari ormawa fakultas. Kemudian di tahun 2022 terjadi perubahan persyaratan pendaftaran yang dibuat oleh KPRM, pada persaratan syarat pendaftaran calon nomor 17 khusus pada jalur independen. Pasangan calon harus menyerahkan dukungan mahasiswa aktif sebanyak 300 KTM.
Perubahan persyaratan dari tahun 2021 ke 2022 menunjukkan adanya peningkatan dalam administrasi, khususnya bagi pasangan calon jalur independen. Dengan jumlah fotocopy KTM yang meningkat, dari 100 menjadi 300 KTM. Hal ini dapat dipandang sebagai upaya untuk memperketat seleksi calon. Namun, jika dibandingkan dengan jalur diusung, yang tetap memerlukan hanya tiga (3) surat rekomendasi. Perubahan persyaratan tersebut terkesan memberatkan dan dianggap sebagai langkah yang kurang mendukung partisipasi calon.
Sumber: Instagram KPRM FKIP Unram
Sumber: Instagram KPRM FKIP Unram
Perubahan persyaratan yang signifikan juga terjadi pada tahun 2023-2024, yang mana menunjukkan adanya peningkatan beban administrasi untuk pasangan calon jalur independen, dari 300 KTM menjadi 500 KTM. Perubahan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang alasan dibalik kenaikan yang cukup drastis, berpotensi menyulitkan pasangan calon jalur independen untuk memenuhi persyaratan.
Jalur independen tampak dirancang untuk melelahkan dan menghambat orang-orang yang tidak mempunyai koneksi. Terlihat pada pasangan calon 2023 untuk kepengurusan 2024, meskipun tergabung dalam organisasi mahasiswa FKIP, karena tidak adanya dukungan sampai akhir membuat mereka berada di jalur independen, lalu gugur dalam proses tidak terpenuhinya persyaratan.
Aklamasi juga dapat mengurangi semangat demokrasi di kampus. Sebagai bagian dari demokrasi kampus, penting untuk memastikan bahwa Pemira tidak hanya menjadi formalitas, tetapi juga mewakili aspirasi seluruh mahasiswa. Hak mahasiswa untuk memilih atau mendapatkan dukungan merupakan bagian dari dipenuhinya semangat demokrasi.
Jika terus dilanggengkan, akibatnya pasangan calon yang memiliki aspirasi untuk fakultas dengan menjadi pemimpin, harus mengurungkan niat, jika sistemnya saja mematikan adanya oposisi yang tidak diinginkan. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa kandidat yang diusung memperoleh penerimaan dari semua pihak yang terlibat dalam proses seleksinya.
Jadi, di mana sebenarnya letak mahasiswa memilih pemimpinnya sendiri jika tidak disuguhkan dengan pilihan untuk dipertimbangkan. Jika sebelum proses pemilihan itu saja, calon pemimpin harus masuk kriteria pihak tertentu terlebih dahulu. Jika kau tak diinginkan, meskipun aspirasimu segudang, maka siap siap untuk dimatikan, oleh persyaratan yang membuatmu tak henti-hentinya kelimpungan.
Oleh: Nopi Dian Julianti (Anggota LPM Pena Kampus)
Wah luar biasa ini.. coba kita lihat respon masrakat tar😂
BalasHapus