Sastra - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Sabtu, 06 Oktober 2012

Sastra


Lorong Waktu
Oleh: Junandi*

Terperangkap dalam lorong waktu
tak akan pernah tahu kemana ujungnya
tak akan pernah bisa tergambarkan apa isinya
tak akan pernah bisa terlihat jalannya

Lorong selalu menyimpan misteri
yang akan menjadi sebuah ketakutan untuk manusia
kadang kita ingin berfikir positif
untuk dapat menjadikan semuanya baik-baik saja

Tapi apa kita bisa berbuat dan berfikir seperti itu
dengan keadaan takut yang menyengat
terlalu susah untuk mendefinisikan sebuah misteri
karena tetap misteri akan menjadi misteri

Dalam keindahan masih ada kekurangan
dalam kekurangan masih ada keindahan
kepastian akan suatu hal mungkin tak ada
tapi yang pasti hal yang baik dan buruk pasti akan menimpa kita

*Penulis adalah Ketua Umum Mapala FKIP UNRAM 2012/2013



SAJAK KEHIDUPAN

Kehidupanmu kini membawamu menuju peradaban hitam putih.. . Dimana puspa-puspa telah gugur... Dimana rindumu tak berujung, tak berbentuk. . . Bahkan lebih dari sebutir debupun Tidak..!! 
Kini, tak ada beda antara tawamu dengan senyumku. . . Tangismu dengan isakku. . . 
Kini, hidup bak jelaga hitam yang membinasakan. . .
Benang merahnyapun mulai kabur. . . Tak jelas... Mana tanda dan mana makna... Mana simbol dan mana arti. . . Mana ayat dan mana tafsir. . . 
Biar. . .biar indahmu sempurna dengan kebebasan yang ungu... Karena sesungguhnya sayap-sayap ungumu terlalu rapuh untuk tersentuh... 
Biarlah tawamu membahana seketika penjuru meleleh, meletup pada alunan nyanyian pepohonan lengang sang Bagaskara...
Biarkan tangismu mengalir, merepih, merabung-rabung tak terhingga pada jenggala hitam itu. . .karena memang aksaramu takkan merumbai membentuk tali renjana rapuh..menganyam simpul remah-remah rindu yang terbengkalai itu...
Mengurai bangkai jaman nan lawas. . .
Ia telah pergi dan kini hanyalah prasasti yang kau jaga kenang... Hanya itu!
Sekali lagi roda zaman telah membawamu berputar ke masa sekarang...! Hari ini..!

 ST. NURWAHIDAH (PPKN/2011)



Tangan Turun dari Kursi

Semata aku merasai sama dijantungmu aku sudi berkilah lidah seenakku (katanya)
Semasih selendang rajutan air mata dibeli aku setia mengisi kentutmu (jawabku)
Apa ada tangan yang itu turun dari kursi merobek hijab tebal setebal lidahnya apa sudi dinyana meraja bersama-sama berbagi sandal saja sudah diludahi (gerutu kami)
Baiq Ilda Karyawu



Tidak ada komentar:

Posting Komentar