Pendidikan Dalam Keterpurukan
Uswatun Hasanah
Pemimpin bangsa terus bergulir dari berbagai zaman
Menapaki jiwa yang semakin temaram
Begitu pula anak bangsa sekarang
Dari tingkat rendah hingga tingkat maha mereka bersekolah
Namun tak mereka tahu
Pendidikan semakin palsu di Negara kita
Hingga anak bangsa kehilangan tempat berteduhnya
Karena pemimpin yang merampas hak mereka
Bukan itu saja
Ilmu yang mereka terima tak tentu bermakna
Karena mereka masuk dengan jalan yang tak terencana
Ilmu di beli tanda jadi
Pendidikan pun dinilai dengan harga mati
Apakah itu pendidikan yang
sesungguhnya
Dibeli dengan mata uang
Dan dibungkam dengan kertas dolaran rupiah
Sungguh menyesakkan dada
Para petinggi yang terkenal berwibawa
Bermain mata sambil berkedipkan senmiliyara njuta
Inilah perbedaan yang terus menjalar
Dizaman purba lain makna
Dan kini, zaman buta merajalela
Sungguh memprihatinkan
Pendidikan semakin terkikis oleh keterpurukan
Keterpurukan diri, jiwa, dan nurani yang tak kan bias terobati
Impianku
Uswatun Hasanah
kesanggupanku memilih hatimu memang keraguan ragaku
keinginanku tuk berucap rindu hanya buaian semu
namun keihlasanku tuk mencintaimu tercurah dari lubuk hatiku
kata menyesal memang ada dibenakku
namun rasa syukur selalu terngiang dalam sujud malamku
hati dan rasa kan menyatu bila kedua partikel menjadi satu
hatiku hanya tukkmu
rasa ini kan selalu ada khusus buatmu
sayang......
apabila esok kau tak disampingku
kuingin bulan bintang kan terus menyinari harimu
kuingin namaku kan selalu terlukis dihatimu
kuingin pula air
matamu kan berlinang hanyatukku
sayang.....
sejatinya cinta kan nyata pabila kedua insyan menyatukarna-Nya
kekekalan rasa kan selalu ada pabila kita meraihzat-Nya
sayang....
kuingin mati diatas pundakmu
kuingin hidup dibelain mesra ragamu
kuingin tenggelam disukma terdalammu
kini dan nanti kau dan aku menjadi saatu
tanpa luka yang membasuh mukamu
hanya dirimu satu
Cuma satu
Takkan hilang
Karena kau bintang surgaku..
BUNGA TERAKHIR
Uswatun Hasanah
Ketika buih terdaftar dalam buku pelajar
Rinai bagia mulait erpancar
Dalam lubuk terdalam hati yang berbinar
Aku
sang petuah dalam aljabar
Ingin mengingatkan pada mata
Bahwasanya pertemuan dalam berkisah
Akan
ada akhir dalam bercerita
Pagi ini aku lukiskan tempat berpijak pertamaku
Dengan kelopak yang sayu dan pikir yang maju
Aku terasa asing bermula disini
Namun hati menguatkanku
Bahwa ada inovasi dan pencerahan yang
terngiang di tengkorak kepalaku
Ku
mulai majukan langkah dengan keraguan
Ku
mulai menyeret batok pikerku keseluruh ruang sekitarnya
Ada
beda disekelilingnya
Ada
rona kebahagiaan bermula disana
Aku menyukainya amat menyukainya
Hari ini
nanti
dan untuk selamanya
HADIRMU
Kemana hujan pergi hari ini?
Sejenak menggoda bumi pada siang yang gerah
Lalu hilang saat malam tengadah
Kemana saya harus pergi?
Saat saya tak ada lagi yang saya bela dari perjalanan ini
Selain menapaki jejak lemah
menuju rumah hatimu
Tak hilang dilalap lelah
Tak jera diremas gerah
Sekali saya coba lari dan mengingkari
Seribu kali saya kembali
Padamu
Mengumpulkan semua rindu dan cinta untuk bangkit lagi
Dalam barisan doa-doa
Lalu rebah pasrah menunggu hadirmu
Tanpa ragu dan tanya lagi
Dimana kau alamatkan rumah hatimu?
Agar saya tak salah berlari....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar