Wherever you go whatever you
do
I will be right here waiting for you
Whatever it takes or how my heart breaks
I will be right here waiting for you
I will be right here waiting for you
Whatever it takes or how my heart breaks
I will be right here waiting for you
Wherever
you go whatever you do
I will be right here waiting for you
Whatever it takes or how my heart breaks
I will be right here waiting for you
I will be right here waiting for you
Whatever it takes or how my heart breaks
I will be right here waiting for you
(reff of song Richard Marx - Right Here Waiting)
Iseng saja hari ini aku duduk didepan
kampusku tercinta menunggu teman-teman yang mungkin sebentar lagi datang
karena akan ada ujian. Jam menunjukkan
waktu yang masih pagi ketika aku datang ke kampus. Tapi tak apalah batinku
membela diri. Pagi itu masih sepi, bunyi sapu masih terus menggema di sekitar
tempatku duduk dari para pekerja kampus. Langit juga masih enggan menampakkan siluetnya
yang indah. Akupun ternyata masih sesekali menguap pertanda bosan menunggu.
Fikiranku terbang kemana-mana menemani
waktu yang juga terus berlalu. Aku jadi ingat ketika kemarin aku baru masuk
kampus ini. Kampus yang di dominasi warna putih dimana-mana, meski kenyataannya
banyak juga noda coretan atau cap sepatu dari sebagian mahasiswa yang tidak
bertanggung jawab yang aku perkirakan lebih dari seribu orang bahkan mungkin
lebih berlalu lalang tiap harinya. Waktu
itu aku cukup tercengang dengan gedung berlantai 3 yang menggambarkan akan masa depanku kelak nanti.
Kampus ini sekarang menjadi bagian dari hidupku yang tentu saja harus aku
junjung tinggi sebagai rasa tanggung jawabku sebagai mahasiswa yang menuntut
ilmu disini.
Beberapa hari memasuki kampus membuatku
semakin terbiasa dengan kebisingan ditengah keramaian sela-sela kelas. Apalagi
waktu itu aku ikut ospek fakultas yang bagiku cukup mengesankan. Betapa tidak,
saat itu aku menemukan seberkas senyum yang pancarannya selalu menyinari
sepanjang aku melihat dunia kampus hingga saat ini. Karena aku menganggap
diriku masih ingusan tentu saja aku selalu memikirkannya tak terkecuali sampai
saat ini.
Lamunanku buyar seketika aku dipanggil oleh
sesosok perempuan yang menjadi salah satu orang terfavoritku di kampus ini, kak
Eka namanya. Diam-diam aku menjadikan beliau
salah satu dari salah banyak orang-orang yang aku kagumi selama 8 bulan
kuliah ini. Sosok yang satu ini adalah teladan bagiku mengenai keramahan untuk ukuran mahasiswa seperti ku,
bagiku beliau sudah seperti pengganti kakak di tempat perantauan ini meskipun
aku tidak tahu apakah beliau menganggapku
adiknya atau tidak. Aku tidak terlalu peduli.
Berbincang-bincang tak terasa telah
mengahabiskan waktuku yang membosankan untuk menunggu. Akupun segera pamit dan
pergi segera menuju kelas. Ujian hari ini lancar.
Meninggalkan kampus selau meninggalkan
lubang kecil dihatiku yang selalu kurasakan semakin membesar tiap harinya. Aku
juga tak mengerti apa itu. senyum ospek yang selalu kunanti tiap harinya,
senyum itu yang selalu kuharap
kedatangannya. Setiap aku ingat selalu pula ku ingat kode itu. kode
penting bagiku. 3423. Bagiku menghafal kode bukan hanya pekerjaan intelejen
Negara atau PBB saja tapi itu menjadi pekerjaan ku selama kurang lebih dua tahun
ini. Aku tak pernah ciut menjadi intelejen khusus untuk masalah ini. Malahan
aku cukup terinspirasi dengan adanya hal ini.
Kode ini salah satu dari sekian banyak kode
yang telah aku temukan di pojok kampus ini, dan ini yang paling menyita
perhatianku selama ini. mungkin lebih tepatnya aku telah mencuri diam-diam kode
ini dari seseorang dikampus ini. Aku bertambah banyak teman karena efek tidak
langsung pencarian kode ini, aku menjadi lebih disiplin karena banyaknya
kegiatan yang harus aku atur supaya aku tetap dapat informasi untuk kode ini. Aku menjadi beberapa langkah
lebih maju juga karena kode ini dalam
banyak hal positif yang bisa aku lakukan di kampus. Kode Rahasia aku suka
menyebutnya seperti itu.
Aku berusaha menunggu kode itu lewat di
depanku setiap hendak pulang atau saat menunggu hal lain yang memungkinkanku
untuk melihat seberkas senyum itu. meski kemungkinannya kecil namun aku tetap
percaya kalau harapan itu adalah 50% dari impian yang akan kuraih nanti.
Berbekal itu aku selalu positif thinking untuk selalu menunggunya.
***
Hari ini aku mulai harap-harap cemas
menunggu kode rahasiaku lewat. Sedari tadi aku sengaja pergi ke salah satu
gedung ini untuk sekedar mungkin melihatnya lewat, atau motornya saja rasanya
aku sudah cukup puas. Sebenarnya bukan tanpa alasan juga aku di sini. Sekalian
aku disini untuk menunggu teman yang akan kami beri kejutan karena hari ini
ulang tahunnya. Aku memang berprinsip, meski ada saja niat untuk menunggu
kodeku tetapi apabila aku ada agenda yang lebih penting pastilah aku akan
mendahulukan yang lebih penting dulu.
Prinsip ini sudah melekat dalam darahku semenjak susahnya pendidikan
yang aku raih dari SMA. Sejak saat itu aku sangat menghargai hidupku yang masih
bisa mengenyam pendidikan. Berkat prinsip inilah meski aku telah jatuh hati
pada kode ini aku tidak akan pernah lupa akan tujuan utamaku yakni menuntut
ilmu. Bagiku sekolah ini adalah persen terbesar dari tujuan hidup yang akan aku
raih. Banyak orang di Negara ini yang bahkan belum bisa sekolah karena biaya
sekolah yang masih tinggi. Setidaknya dengan aku menuntut ilmu aku bisa
mengurangi beban mereka yang tidak bisa sekolah dengan tekad aku akan membantu
mereka nantinya.
Kode rahasiaku ini mengajarkanku mengambil
titik positif dari cinta. Berkat kode ini aku makin lantang berbicara,
bersemangat untuk belajar, menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ia juga
mengajarkanku arti kata menunggu. Menunggu itu bukan berarti diam tak bergerak,
tapi menunggu itu bergerak sebanyak
mungkin untuk orang yang kita tunggu.
Jadi aku tak pernah berhenti menunggunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar