Mataram (Pena Kampus) - Sejak
awal 2014 Universitas Mataram (Unram) telah menerapkan sistem satu jalur. Namun, belum ada kemajuan yang
signifikan. Masih banyak orang di luar civitas akademica masuk ke lingkungan Unram.
Hal ini terlihat dari adanya pedagang
asongan dan pemulung. Di samping itu masih kerap terjadi kemacetan di area
gerbang kampus, tak jarang polisi lalu lintaspun harus turun tangan.
Kelanjutan satu jalur dinilai kurang efektif. Setiap
mahasiswa yang ingin masuk Unram umumnya harus diperiksa Kartu Tanda Mahasiswa (KTM)-nya.
Namun, kenyataannya masih banyak mahasiswa yang dibiarkan masuk begitu saja
tanpa melalui pemeriksaan KTM. Helmi, Humas rektorat, ketika ditemui di ruangannya
selasa lalu (9/12), angkat bicara mengenai masalah tersebut. “Sebenarnya harus
diperiksa semua, tapi sering kali terjadi antrean panjang dan tidak memungkinkan
untuk diperiksa semua. Sehingga untuk mengatasi kemacetan, satpam diberikan
mekanisme hanya meminta mahasiswa menunjukkan KTM-nya untuk masuk, tapi pada
dasarnya setiap yang akan masuk ke lingkungan Unram harus ada identitas yang
jelas,” ujar Helmi.
Hal ini dibenarkan oleh M. Amin, salah satu satpam
Unram, dia mengatakan bahwa mereka belum bisa seratus persen memeriksa KTM
mahasiswa, karena jumlah tenaga yang berada di pos penjagaan tidak memadai
dengan jumlah mahasiswa yang harus diperiksa, serta penjagaan akses di Jalan Pemuda masih kurang ketat, tapi sebagian besar di pintu gerbang depan sudah dapat
diatasi.
Unram memiliki dua gerbang yang difungsikan sebagai
jalan keluar masuk. Hal ini berimbas terhadap kelancaran akses keluar masuk ke
dalam lingkungan Unram. Misalnya, masih sering terjadi kemacetan di Jalan Pemuda. Helmi mengatakan bahwa hal inilah yang menjadi PR untuk pihak pengelola,
serta ada rencana akan diperluasnya jalan dengan cara mengambil lahan perumahan
yang ada di pinggir jalan pemuda, tepatnya di sebelah barat. Lebar jalan akan
bertambah dan menjadi dua jalur, hanya saja persoalannya di daerah itu masih ada rumah
dinas yang masih dipakai. Akibatnya belum bisa dilakukan eksekusi, pihak Unram
harus menunggu dia pensiun atau dipindahkan jika memungkinkan apabila yang
bersangkutan bersedia.
Selain itu, menurut Humas rektorat salah satu kendala
yang muncul dalam realisasi kebijakan ini adalah kurangnya kinerja dari tenaga
keamanan, hal ini menyebabkan masih banyaknya orang yang tidak berkepentingan
masuk ke dalam lingkungan Unram. Berbeda dengan Helmi. Ibnu Ali, salah satu
satpam Unram mengatakan mereka sebagai petugas keamanan sudah berusaha maksimal
untuk menyaring orang-orang yang akan masuk ke lingkungan Unram. Tapi kendalanya
masih ada lubang-lubang tikus
sehingga orang-orang yang tidak dikehendaki seperti pengemis bisa masuk dengan
leluasa.
Wazi Fatinnisa, mahasiswi program studi Bahasa dan Sastra
Indonesia, ketika ditemui Pena Kampus mengatakan, “Ketika ada perkuliahan
tiba-tiba ada pengemis yang nyelonong
masuk, itu sangat mengganggu perkuliahan.” Hal ini seharusnya tidak terjadi mengingat
prinsip dari realisasi program ini seperti yang sudah diungkapkan Helmi bahwa
siapapun yang tidak berkepentingan dengan Unram dilarang masuk. Namun lagi-lagi
ada kendala yaitu terlalu banyak
kepentingan lain sehingga tidak bisa dideteksi dengan baik, misalnya cleaning service dan pemesanan barang.
Hampir setahun kebijakan ini diberlakukan namun masih
banyak mahasiswa yang masih kontra terhadap kebijakan ini. Terkait dengan jarak
tempuh ke lingkungan Unram yang semakin jauh, khususnya mahasiswa yang menyewa
kost-kostan di sekitar Gomong seperti yang dikeluhkan oleh salah satu mahasiswa
FKIP Unram yang tidak ingin disebutkan namanya.
Lain mahasiswa lain pula pihak Unram. Menurut pihak Unram, hal ini sudah seharusnya dilakukan
guna memperbaiki akses keluar masuk Unram, yang nyatanya sampai saat ini belum
sebaik yang diharapkan. Sejauh ini pihak Unram mengatakan sudah melakukan evaluasi
namun belum ada peningkatan hasil yang signifikan. (tis/ros)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar