KULIAH UMUM “Indonesia Dalam Perspektif Politik Kebahasaan” - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Rabu, 20 April 2016

KULIAH UMUM “Indonesia Dalam Perspektif Politik Kebahasaan”


Mataram, Pena Kampus Kuliah Umum yang digelar pada hari Selasa (12/04), oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi  Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah (HMPS PBSID) di Aula Gedung A  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan  Universitas Mataram (FKIP UNRAM) yang diikuti oleh Mahasiswa Pendidikan Sastra dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mendapat apresiasi positif dari kalangan Dosen FKIP yang hadir dalam acara tersebut.

Acara Kuliah Umum yang diawali dengan Tari Gandrung adat sasak yang secara pilosofi merupakan cara orang sasak menyambut tamu asing. Wildan selaku Dekan FKIP Unram membuka acara ini dengan sedikit bercerita terkait beragamnya adat  yang terdapat pada bumi sasak khususnya pulau lombok.
Acara ini juga dihadiri oleh pihak dekanat, Wakil Dekan I L. Zulkifli,  Wakil Dekan II Syafrudin, Wakil Dekan III Ni Made Novi Suryanti, Ketua Jurusan (Kajur) Pendidikan bahasa dan Seni (PBS) Siti Rohana Intiana, Ketua Prodi (Kaprodi) Inyoman Sudike dan beberapa dosen lainnya dari PBSID mengikuti acara tersebut.
Kuliah Umum yang bertema “Indonesia Dalam Persepektif Politik Kebahasaan” yang dalam hal ini oleh Prof. Mahsun sebagai pemateri, ia dosen PBSID yang pernah menjabat sebagai Ketua Kantor Pusat Bahasa (KKPB).

Rasa Nasionalisme
Prof. Mahsun selaku pemateri menyampaikan bahasa Indonesia merupakan pemersatu dari negara Indonesia yang mempunyai 659 suku bangsa yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan ribuan pulau-pulau kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Menurutnya bahasa merupakan pengikat rasa nasionalisme dalam masyarakat suatu bangsa. Sementara itu,  Prof. Mahsun menyampaikan “jika dirunut ke belakang, ada tiga elemen pengikat rasa nasionalisnme, yang pertama adalah ras, kedua agama, dan yang ketiga adalah bahasa,” ujarnya menjelaskan.
Dalam perspektif politik, bahasa indonesia disahkan melalui sumpah pemuda yang menjadikan alat untuk mencapai tujuan negara kita sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang negara indonesia. Oleh sebab itu Prof. Mahsun menegaskan bahwa bahasa indonesia diciptakan murni dari orang indonesia, tidak mengadopsi dari baasa melayu.
Terkait itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UURI)  No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang menunjukkan bahwa Bahasa dan semua bentuk identitas  lambang negara Indonesia telah diatur dan tidak bisa dirubah.
Bahasa indonesia yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober tahun 1928 sebagai bahasa persatuan,  telah dicemari oleh perpolitikan yang dilakukan oleh malaysia karena ingin merebut budaya indonesia.  Prof. mahsun menegaskan bahwa “bahasa indonesia tidak ada intervensi dari bahasa lain, apalagi bahasa melayu,” tegasnya pada acara tersebut. Karena menurutnya (Prof. Mahsun) bahasa indonesia menggabungkan dari beberapa etnis, bangsa, suku, ras yang ada di wilayah indonesia.
Menjawab pertanyaan dari LPM Pena Kampus seusai menberikan materi,  Prof. Mahsun menegaskan secara cermat, kita harus menata kembali pola pikir kita, sebab dalam penjabaran bahasa kita lebih banyak pada bentuk  bahasanya bukan pada pola pikir dari penggunaan bahasa tersebut.

Tata Kembali
Saat ini pendidikan bahasa kita dari tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengag Atas (SD/SMP/SMA), dan bahakan sampai jenjang S1 dan S2 lebih menekankan pada bentuk bahasa itu sendiri, bukan pada pola pikir yang ditimbulkan dari bahasa tersebut.
Terkait hal itu, Prof. Mahsun menegaskan bahwa, harus ditata dan dikelola dengan baik pola pikir yang ditimbulkan dari bahasa tersebut. “Dalam kurikulim pendidikan bahasa banyak terdapat pembahasaan yang tidak menuunjukkan pola pikir dalam menggunakan bahasa”, ujarnya.
Karena dalam Semantik atau kajian makna dalam bahasa itu harus jelas dan tertata. Prof. Mahsun menjelaskan “benahi kurikulumnya, dan harus berjenjang dari tingkat paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi”, ujarnya. Dalam berkesinambungan materi juga Prof. Mahsun menyampaikan kurikulim pada jurusan bahasa harus berjenjang atau reining  continuem supaya tidak lepas begitu saja dan tidak ada skat dalam materinya.(VQ/Gon/Mad)
  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar