Mataram
(Pena Kampus)—Malam
penutupan Festival Teater Modern Pelajar (FTMP) yang diadakan oleh Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Putih (TP) Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram (Unram) mengangkat tema “Budaya dalam Lakon”
bertempat di taman budaya (19/11) berlangsung dengan meriah. Malam penutupan
ini ditandai dengan pemukulan gong oleh salah seorang guru besar yang tidak
lain pendiri teater putih yaitu Adi Prana Jaya.
Acara penutupan ini sekaligus dirangkaikan
dengan penganugerahan untuk nominasi
yang dilombakan dalam FTMP ke-18 berlangsung dengan meriah. Ada sekitar 10 nominasai yang
diperebutkan dalam FTMP kali ini, diantaranya aktris/aktor pembantu terbaik,
aktor terbaik, aktris terbaik, artistik terbaik, penata musik terbaik,
penyutradaraan terbaik, penyaji terbaik 1, 2 dan 3, serta sanggar terfavorit.
Sebelum acara puncak (pembacaan nominasi, red),
penonton disuguhkan dengan pertujukan perkusi dari TP berkolaborasi dengan
ke-31 sekolah yang ikut serta dalam FTMP. Seperti yang diungkapkan oleh ketua
umum TP, yang membedakan penutupan FTMP ke-18 ini dengan sebelumnya adalah dari
segi konsep acara. Sebelumnya pengisi acara hanya dari teater putih, sedangkan
sekarang ada kolaborasi antara TP dengan ke 31 sanggar yang ikut serta dalam
FTMP.
Pertunjukan tersebut mendapat sambutan tepuk tangan
dan teriakan yang meriah dari penonton yang ikut larut dalam suasana. Hal
tersebut menjadi dayatarik tersendiri bagi Adi Pranajaya selaku Pendiri TP. “Dari
generasi ke generasi teater putih ini sudah mampu membentuk penonton”,
ungkapnya. Ia juga menambahkan kalau kesuksesan acara ini tidak dapat terbentuk
seketika, namun hal ini merupakan bagian dari apa yang telah dilakukan oleh
generasi TP sebelumnya. Sehingga, keberhasilan ini harus dipertahankan dan
ditingkatkan melalu inovasi-inovasi agar peserta mendapakna hal-hal yang baru.
Bertambah malam, acara ini bertambah seru,
terdengar dari teriakan dan tepuk tangah dari penonton yang mayoritas dari sanggar-sanggar
yang ikut dalam serta FTMP, mereka juga harap-harap cemas menanti pembacaan nominasi-nominasi.
Akhirnya, FTMP yang memperebutkan piala Gubernur ini dimenangkan oleh sanggar BESTRA
(Bengkel Satra) dari SMAN 1 Dompu dengan lakon “Bila malam bertambah malam”.
Penantian selama 10 tahun akhirnya berbuah manis.
Muhammad Apriadin, selaku ketua BESTRA
mencurahkan rasa senangnya mengingat perjuangan yang telah dilalui. “Perasan
saya sangat senang sekali karna sudah sepuluh tahun kami menanti piala ini”
jelasnya. Ketika ditanyai terkait persiapan untuk mengikuti FTMP ini, Ia
menjelaskan bahwa untuk pendalaman naskah, mereka rutin berdialog dengan
orang-orang Bali. Senada dengan Apriadin, Abdul hair selaku pelatih juga
mengatakan bahwa persiapan ini dilakukan
selama kurang lebih 4 bulan. “Sebulan pertama digunakan untuk latihan naskah, bulan
ke-2 dan 3 untuk latihan acting dan blocking, dan ke 4 untuk penghalusan,
jadi seseluruhan kami latihan itu 4 bulan”. Ia juga menambahkan bahwa sekolah
sangat mendukung kegiatan mereka, mulai dari sarana-prasarana, anggaran, Izin
dan sebagianya.
Belajar
organisasi dan membentuk karakter
Menurut Pelatih yang juga merupakan Alumni
UKMF Teater Putih ini, sangat penting untuk menanamkan pada anak didiknya bahwa
tujuan mereka untuk ikut organisasi ini bukan sekedar untuk berkumpul akan tetapi,
ada sesuatu yang lebih yang mereka dapatkan, yakni pembentukan mental dan
karakter. Sehingga hal tersebut yang
terus memotivasi anggota dari BESTRA ini.
Perihal
naskah yang dipentaskan, Ia mengatakan
bahwa naskah ini dipilih karena membahas tentang, cinta, kasta dan sejarah
serta adanya relevansi budaya kita sejak
zaman dulu. Sampai sekarang, ketika berbicara masalah masa depan anak-anak,
orang tua tidak akan pernah lepas dari kasta. Jadi, kritik yang ingin
disampaikan melalui lakon tersebut adalah bagaimana situasi saat ini sudah
bukan lagi saatnya berbicara masalah kasta, baginya cinta juga tak memandang usia,
tapi cinta memahami ruang dan waktu.
Begitu banyak hal yang bisa dipelajari dari
teater, seperti yang diungkapkan oleh pendiri UKMF Teater putih ; Adi Pranajaya.
“Teater jangan dilihat sebagai cara satu-satunya atau wadah untuk mereka
menjadi aktor, teater adalah ruang untuk kita belajar hidup, belajar bagimana
meraih cita-cita. Teater ketika kita geluti maka, ia akan memberikan kita
pelajaran bagaimana kita memiliki rasa tanggung jawab, rasa kebersamaan, menghargai
satu sama lain, fokus untuk melaksanankana sesuatu. Serta bagiman ketika kita
menetapakan sesuatu yang menajdi tujuan kita, kita mengerjakanya dengan
sungguh-sungguh”, ungkapnya, ketika ditemui seusai acara. (Hkm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar