Masa aksi sedang menyanyikan lagu Darah Juang sebagai bentuk perlawanan, Minggu, (10/12/2017) di Jalan Udayana Mataram. |
PPMI dewan Kota Mataram melakukan aksi solidaritas terkait
peristiwa represifitas yang dilakukan oleh pihak kepolisian, sebagaimana
informasi yang disampaikan melalui BP (badan pekerja) Media Nasional PPMI, menilai
bahwa telah terjadi sejumlah pelanggaran hukum dan HAM serta bentuk - bentuk
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Menurut BP Media Nasional pihak terkait melanggar UU, di
antaranya: Pasal 100 Undang - Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Pasal 351 Kitab Undang - Undang Hukum Pidana tentang Tindakan
Penganiayaan. Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip
dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Lintas Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru - Hara.
Aksi yang dimulai pukul 07.00 wita ini membawa tiga
tuntutan diantaranya:
1) Mengecam
tindakan sewenang-wenang yang dilakukan
oleh aparat kepolisian terhadap warga dan jaringan solidaritas menolak
penggusuran rumah untuk pembangunan NYIA.
2) Menuntut kepolisian mengusut dan
menghukum anggotanya yang melakukan tindakan represif terhadap pers mahasiswa
dan aktivis lainnya.
3) Menolak segala bentuk kekerasan dan perbuatan yang
takmanusiawi dalam penyelesaian konflik pembangunan NYIA.
Dalam aksi ini juga membawa kain putih berukuran dua kali
satu meter yang dibentangkan di pinggir jalan. Kemudian massa aksi mengajak masyarakat yang datang di
CFD ikut serta menandatangani petisi penolakan tindakan represif kepolisian
serta pembangunan bandara NYIA yang berdampak pada penggusuran lahan warga
KulonProgo.
“Jadi, kita yang disini di Mataram supaya masyarakat bisa
mengetahui bahwa ada kejadian yang tidak menyenangkan yang dialami oleh saudara-saudara
kita yang ada di Yogya,” ungkap Idham selaku sekjen PP MI Kota Mataram saat
ditanya tujuan aksi yang dilakukan.
Idham menambahkan bahwa PPMI Dewan Kota
Mataram mengecam keras tindakan instansi pemerintah yang tidak bertanggungjawab
atas tindakan represif pihak kepolisisan saat mengamankan situasi pengusuran
rumah warga di Kulon Progo.
Kebebasan mengemukakan pendapat dan berekspresi dinilai
seringkali dilanggar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Sehingga ruang-ruang
demokrasi dalam mengungkapkan pendapat menjadi semakin kecil. Oleh karena itu,
aksi ini ditujukan untuk menyuarakan kembali kebebasan berekspresi dan
berpendapat di muka umum.
Jamiludin, salah satu pengunjung CFD menyatakan
sangat mengapresiasi aksi solidaritas yang memperjuangkan hak-hak rakyat. “Saya
apresiasi yang sebesar-besarnya atas kepedulian teman-teman dalam
memperjuangkan hak-hak rakyat itu sendiri,” terang Jamiludin.
Ahmad Viqi Wahyu Rizki selaku kordinator lapangan (Korlap)
mengungkapkan selain kasus represif tersebut, kasus agraria juga menjadi kasus
yang banyak merugikan masyarakat kecil. Ia menilai kasus agraria menjadi momok
yang menakutkan.
“Mumpung ini hari HAM saya harap kebebasan berpendapat dan
berekspresi itu tetap harus dibuka secara seluas-luasnya oleh pemerintah
terhadap warga negara. Jadi temen-temen PPMI kota Mataram berharap pemerintah
itu membuka selebar-lebarnya ruang demokrasi ini agar semua kritikan, aspirasi,
nalar, serta pendapat dan kritikan itu bisa ditampung oleh pemerintah,” papar Korlap
saat dimintai keterangan.
Aksi tersebut ditutup dengan pembacaan puisi oleh Ahmad
Afandi salah seorang peserta aksi dengan membacakan puisi karya penyair ternama
WS Rendra yang berjudul Sajak Seorang Tua di Bawah Pohon. (Wid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar