Jumpa Pers |
Mataram, Pena Kampus – Massa Aksi yang
tergabung dalam aliansi Rakyat NTB Menggugat dan LSM Kasta NTB melakukan
demonstrasi jilid II di areal Kantor Gubernur NTB guna menuntut Gubernur NTB
dalam menentukan sikap terkait polemik disahkannya Undang-Undang (UU) Cipta
Kerja (13/10/2020).
Gelombang penolakan dari aksi massa imbas dari disahkannya UU Cipta
Kerja atau UU Omnibus Law masih berlanjut. Selasa, (13/10/2020) massa aksi yang
tergabung dalam aliansi Rakyat NTB Menggugat yang mayoritas eksponen terdiri
atas mahasiswa lingkup Kota Mataram melakukan orasi di depan Kantor Gubernur
Nusa Tenggara Barat. Gerakan yang merupakan aksi jilid II ini masih dalam satu
koridor yang sama yaitu menolak UU Cipta Kerja.
Mereka mendesak gubernur NTB Zulkieflimansyah untuk menandatangani draf tuntutan dari Aliansi Rakyat NTB Menggugat dan secepatnya menentukan sikap untuk menolak UU Cipta Kerja. Poin-poin dalam draf tuntutan dari gugatan aksi berupa, pertama membatalkan dan mencabut UU omnibus Law, kedua meminta gubernur NTB untuk menyatakan baik secara langsung maupun tulisan untuk menolak Undang-Undang Cipta kerja, dan ketiga stop represifitas terhadap gerakan mahasiswa dan rakyat.
Pada saat seruan berlangsung, audiensi diminta untuk menemui Gubenernur NTB di dalam ruangan kantornya, aliansi Rakyat NTB Menggugat menegaskan bahwa mereka tidak ingin menemui Gubernur di dalam kantornya. Mereka meminta Gubernur NTB yang keluar menemui mereka di luar ruangan. “Mohon maaf, kesepakatan aliansi, kami tidak akan melakukan audiensi di dalam kantor, kami mau Pak Gubernur yang keluar menemui kami, kami akan di sini sampai besok,” ujar Angga, selaku Koordinator Humas aliansi Rakyat NTB Menggugat.
Sekitar pukul 12.00 WITA,
Gubernur NTB Zulkieflimansyah menemui massa aksi dan mengatakan bahwa untuk mengambil sikap ia harus mendengarkan
semua pihak di NTB, agar apa yang menjadi sikap Gubernur dapat
merepresentasikan suara rakyat NTB. “Kita
kan butuh dialog, bukan hanya satu atau dua kelompok masyarakat saja yang kita
dengarkan,” ujar putra kelahiran Sumbawa tersebut. Lebih lanjut lagi,
Zulkieflimansyah menambahkan bahwa dirinya akan mengambil sikap dalam dua
sampai tiga hari ke depan. “Saya akan dengarkan semua pihak dulu, baru dua
sampai tiga hari ke depan kita ambil sikap,” lanjut Gubernur NTB tersebut.
Di depan para demonstran,
gubernur NTB menyatakan akan segera menindaklanjuti tuntutan ini secara lisan
maupun tulisan. “Saya juga mantan aktivis, saya tahu bagaimana perasaan kalian
(para demonstran) kalau sekedar untuk menolak dan untuk membuat hati kalian
senang saya bisa saja dan saya berada di pihak kalian. Akan tetapi mari kita
diskusikan undang-undang ini di dalam forum, kita diskusikan bersama para
buruh, pengusaha, adik-adik mahasiswa, kita bedah apa isi dari undang-undang
Omnibus Law ini,” kata Zulkieflimansyah.
Ungkapan itu membuat para
demonstran kebingungan lantaran Gubernur setuju dengan tuntutan demonstran,
tetapi menyerukan statement yang justru membuat para demonstran
menganggap bahwa Gubernur menuduh para demonstran tidak tahu apa-apa dan tidak
membaca isi undang-undang tersebut. Alhasil atas desakan dari massa aksi karena
belum bisa mengambil sikap mengenai UU Cipta Kerja, Zulkieflimansyah selaku
Gubernur NTB pun setuju untuk menandatangani draft tuntutan para aliansi.
Angga mengatakan bahwa secepatnya Gubernur NTB harus menyampaikan penolakannya terhadap UU Cipta Kerja sebagai representasi dari suara rakyat NTB. “Kami minta Gubernur menyampaikan suara rakyat NTB dan menolak UU Cipta Kerja,” tegasnya.
“Aksi kami kali ini berdasarkan draf tuntutan. Sebab pemangku kebijakan harus mendengar aspirasi rakyat terutama kaum buruh yang sangat dirugikan oleh undang-undang ini,” ujar Hamzan Wasthoni dari IBEM Pertanian Indonesia. Selasa (13/10).
Aksi yang digelar mulai Selasa pagi tersebut dihadiri
pula oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Kajian dan Advokasi Sosial serta Transparansi Anggaran (Kasta)
NTB yang juga menuntut Gubernur NTB segera
menolak UU Cipta Kerja. “Kami mau Pak Gubernur kita yang tercinta ini segara
menolak UU yang menyengsarakan rakyat ini, Pak Zul kan dipilih rakyat, masa
nggak mau dengerin rakyat," ujar Wing Haris salah seorang aktivis LSM
Kasta.
Mereka khawatir RUU Cipta kerja
diberlakukan dan belum ada tindakan apa pun dari Gubernur sejak aksi
demonstrasi jilid I pada kamis
(08/10/2020) beberapa waktu lalu, Hamzan juga menyatakan bahwa pidato
klarifikasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo hanyalah berupa isu-isu yang
kemudian dianggap hoax oleh masyarakat dan hanya alasan untuk tidak
mendengarkan aspirasi rakyat yang dirugikan. (hel,arg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar