Kemudahan informasi membuka ruang pelaku cyber crime. Pelatihan cek fakta menjadi agenda LPM Pena Kampus untuk memfasilitasi Mahasiswa dalam memproteksi diri dari cyber crime salah satunya informasi palsu atau hoaks.
Dunia yang serba digital tentunya, mengubah kebiasaan manusia dalam menerima informasi. Informasi yang serba cepat dan mudah diterima membuka peluang bagi pelaku kejahatan di dunia maya atau cyber crime.
Setidaknya ada 1.028 situs hoaks selama masa pandemi. Data ini adalah hasil riset dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo), dimulai sejak awal pandemi hingga 8 Agustus 2020.
Senada dengan penyampaian oleh Trainer Google, Eviera Paramita Sandi dalam Pelatihan Cek Fakta, bahwa kasus cyber crime juga terjadi 17 Mei lalu. Pemilik akun Facebook, Bagas Jodipatty menjadi pelaku cyber crime dengan motif kejahatan konten ilegal terkait dengan isu, botol minuman milik Elon Musk dan Joko Widodo merupakan alat penerjemah canggih.
Verifikasi kebenaran informasi tersebut terus dilakukan hingga 19 Mei lalu, Kominfo dalam akun Websitenya, merilis artikel bahwa telah terjadi disinformasi terkait berita yang beredar. Namun, verifikasi yang lama oleh pihak berwenang, membuat berita bohong atau hoaks menyebarluas dan dikonsumsi oleh masyarakat.
Setiap pengguna internet wajib membentengi diri, dengan terus melakukan verifikasi mandiri terhadap informasi yang diterima. “Kita harus menjadi fact checker, memahami informasi dan tokoh-tokoh yang ada di informasi tersebut,” ujar Eviera, yang juga menjadi Jurnalis Suara.com, dalam sesi materi menelusuri konten asli dan analisis sumbernya (Sabtu, 04/06/22).
Proteksi Diri dari Cyber Crime
Rendahnya kemampuan masyarakat memproteksi diri dalam menggunakan internet menyebabkan kerap terjadinya cyber crime. Aktivitas masyarakat di media sosial dengan mengunggah aktivitas sehari–hari, berbelanja secara digital, ataupun pengguna transportasi digital, memudahkan data diri ataupun identitas pribadi diketahui oleh pelaku cyber crime.
"Rentannya media sosial kita untuk di hack, membuat kita tidak sadar sudah menelanjangi diri sendiri,” ujar Jurnalis Suara NTB, Muhammad Kasim dalam materi Digital Hygiene (Minggu, 05/06/22).
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menghindarkan diri dari pelaku cyber crime, pertama membedakan alamat e-mail untuk pekerjaan dan kebutuhan pribadi. “Doxing bisa terjadi, akun media Pena Kampus misalnya, bisa saja diretas oleh pihak yang berkepentingan untuk membungkam teman-teman Persma,” jelas Kasim pada peserta Pelatihan Cek Fakta.
Langkah kedua, yaitu tidak menyebarluaskan aktivitas pribadi di media sosial. Ketiga, melakukan perlindungan data dengan mengautentikasi dua langkah pada aplikasi pesan seperti Whatsapp.
Pelatihan Cek Fakt
Pelatihan cek fakta yang diwadahi LPM Pena Kampus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Mataram, bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen Mataram dan Trainer Google News Initiative. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari yaitu Sabtu hingga Minggu, 04 – 05 Juni 2022, memberikan pelatihan optimalisasi fitur di Google untuk memverifikasi kebenaran sebuah informasi.a
Selain itu, peserta juga dibekali cara melindungi data pribadi, hingga teknis mengaudit media sosial pribadi untuk mengetahui seberapa aman akun yang dimiliki peserta. Kegiatan ini melibatkan peserta dari anggota LPM Pena Kampus, Mahasiswa FKIP, dan LPM Se – Kota Mataram, sehingga terhitung sekitar 30 peserta.e
Kegiatan yang berlangsung di Gedung E, FKIP mengangkat tema yaitu, “Proteksi Diri dengan Mengoptimalkan Fitur Google.” Mengingat penting bagi Mahasiswa untuk tidak menjadi konsumen hoaks, dan tentunya tidak menjadi penyebar hoaks di lingkungannya.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari memberikan kesan positif kepada peserta. Pelatihan yang diselingi dengan penjelasan pemateri yang lugas dan tetap melibatkan keaktifan peserta, membuat ruang belajar menjadi segar meskipun pelatihan dilakukan hingga sore hari. “Pelatihannya seru, diselipin permainan jadi kita gak ngantuk,” ujar Falya, Mahasiswa Pendidikan Biologi.
Namun, banyaknya fitur di Google dan waktu yang sempit untuk dapat mengaplikasikannya menjadi kekurangan dari pelatihan ini. Sebagaimana yang disampaikan salah satu peserta yang berasal dari LPM Sativa, Helmi bahwa dirinya masih belum memahami beberapa materi yang dijelaskan. “Waktu kegiatan yang sangat sedikit, buat kita kurang mendalami beberapa tools,”ujarnya selepas kegiatan (05/06/22). (Ica)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar