Menyulap Kampus Putih Menjadi Desa Multikultural - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Rabu, 21 Juni 2023

Menyulap Kampus Putih Menjadi Desa Multikultural

Sumber : Tim Pena Kampus


Perhelatan akbar “Dunia Tanpa Sekat” di desa multikultural yang memegang nilai-nilai universal. Ini pencapaian pembelajaran dari mata kuliah intercultural understanding.


Taman belakang gedung A FKIP, Unram disulap menjadi desa-desa kecil yang bernuansa budaya. Penduduk desa lalu – lalang  mengenakan busana tradisional Indonesia hingga mancanegara. Penduduk desa merupakan mahasiswa program studi (prodi) pendidikan bahasa inggris semester dua yang sedang menempuh ujian akhir semester (UAS). 


Gerakan gemulai dari Anggi dan Titin yang menampilkan tari cendrawasih membuka kegiatan Unram Multicultural Night pada Sabtu (17/06/23). Persembahan dilakukan untuk menyambut kedatangan turis dari luar negeri. Gemuruh tepuk tangan menjadi awal keberhasilan mengenalkan budaya Indonesia di ruang akademik.


“Ini bentuk kepeduliaan FKIP menarik orang mancanegara untuk mengetahui kebudayaan Indonesia, dan sesuai dengan visi misi Unram yang berstandar internasional,” ujar Lalu Zulkifli, Dekan FKIP. 


Agenda kegiatan dilanjutkan dengan wawancara antara mahasiswa dengan turis. Aturan permainannya yaitu mahasiswa melempar pernyataan kemudian, turis menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap budaya yang ada di negaranya.


Lisa menuturkan perbedaan pandangan orang tua di Indonesia dengan luar negeri ketika anaknya sudah beranjak dewasa sangat menonjol, “pandangan orang Eropa itu, jika sudah menginjak usia 18  mereka boleh memilih keluar dari rumah orang tua,” tutur mahasiswa yang mengenakan Kebaya khas Jawa.


Begitupun dengan seorang volunteer berkebangsaan Jerman itu mengatakan dalam wawancara dengan mahasiswa terdapat perbedaan kebudayaan yang ada di negaranya, “beberapa pertanyaan saya merasa terhubung, sebagiannya lagi tidak,” kata Julia yang kini sedang mengajar di Eco School.


Dunia Tanpa Sekat


Tema kebudayaan yang diangkat juga terkait isu – isu krusial seperti, keagamaan, pendidikan seksual, sistem pemerintahan dan kesetaraan gender. Ahmad Junaidi selaku dosen pengampu mata kuliah intercultural understanding menyiapkan mahasiswanya menjadi bagian dari masyarakat global. 


Masyarakat global disini yang memegang nilai – nilai universal seperti, saling menghormati, kejujuran, dan keadilan. Keragaman budaya bukan menjadi pemantik terjadinya perpecahan melainkan cara untuk saling terhubung dengan masyarakat dari segala penjuru dunia. “Seharusnya keragaman suku adat itu  sesuatu yang merekatkan bukan yang memisahkan,” ujar dosen yang tidak kehilangan jiwa militannya itu. 


Langkah Kecil untuk Mimpi Besar


Kerlap – kerlip lampu hias menerangi pemukiman desa multikultural, pembicaraan di meja makan yang didekorasi dengan nuansa romantic dinner menambah kehangatan ditengah perbedaan budaya. Kegiatan yang dirancang selama kurang lebih sebulan ini, mengundang 30 tamu dari berbagai negara seperti Amerika, Afrika, Eropa, dan Australia.


Sumber : Tim Pena Kampus

Kegiatan yang mengangkat tema “embrace, connect, unite: igniting global friendship” memberikan kesan yang cukup mendalam bagi mahasiswa yang menjadi bagian dari warga global, “tentu komunikasi dan pola pikir saya sebagai ketua panitia (ketupat) itu sangat berkembang,” ujar Rafi yang penuh antusias saat ditemui tim Pena Kampus. 


Senada dengan itu, Surya yang menjadi pemenang kostum terbaik juga menuturkan dirinya termotivasi untuk menjadi dosen bahasa inggris selepas kegiatan ini, “cita-cita saya ingin menjadi dosen kedepannya, jadi punya gambaran buat pembelajaran yang kreatif,” tuturnya. (Ica/Nop).

1 komentar:

  1. Kegiatan yang luar biasa, seperti kegiatan kebudayaan yang saya sering bayangkan di universitas. keren

    BalasHapus