(Sumber: Pinterest)
Judul : Pengepungan di Bukit Duri
Sutradara : Joko Anwar
Penulis Skenario : Joko Anwar
Pemain Utama : Morgan Oey
Genre : Triller Aksi
Tahun Rilis : 17 April 2025
Durasi : 118 menit
Film Pengepungan di Bukit Duri mengangkat konflik sosial tahun 1998, yang disesuaikan dengan latar waktu 2009. Film dimulai dengan rilis yang melibatkan penjarahan dan pembakaran oleh kelompok pribumi terhadap keturunan Tionghoa yang tinggal di Indonesia. Memasuki tahun 2027, konflik antar kelompok etnis dan agama masih berlangsung. Ketegangan ini berlanjut, dengan pemberitaan yang terus menyebarkan isu-isu kekerasan dan mengarah pada komunitas Tionghoa di berbagai daerah. Pengepungan, baik besar maupun kecil, masih terus terjadi, mengancam ketenangan hidup kaum minoritas Tionghoa.
Hal yang kacau ini memicu ketegangan emosional yang mendalam pada setiap tokoh, baik dari kaum pribumi maupun etnis Tionghoa. Mereka menyimpan rasa sakit, keinginan untuk bangkit, semangat perlawanan menuntut keadilan, dan luapan emosi yang tersalurkan melalui tindakan kekerasan. Pengepungan di Bukit Duri menampilkan pertempuran psikologis dan fisik yang menjadi cerminan dari ketegangan sosial yang tak kunjung usai.
Film dengan tema aksi dan perjuangan ini menceritakan tentang seorang guru pengganti bernama Edwin. Edwin datang menjadi guru pengganti di SMA Bukit Duri, sebuah sekolah yang terkenal dengan murid-murid berandal. Kedatangan Edwin ke sekolah tersebut mempunyai niat lain, yaitu untuk mencari anak dari kakaknya yang dikabarkan bersekolah di sana. Pesan terakhir dari sang kakak membuat Edwin tetap memutuskan untuk menjadi guru pengganti, meskipun sebelumnya kepala sekolah di SMA Bukit Duri telah memberitahu bahwa mengajar di sekolah tersebut sangat berbahaya bagi seorang etnis Tionghoa.
Esoknya, pembelajaran hari pertama untuk Edwin di SMA Bukit Duri berlangsung. Seperti yang dibayangkan, semua tidak akan berjalan mudah; hari pertama ia dilempari kayu serta dihujani ucapan rasis dari murid-murid yang dia ajar. Teguran pertama Edwin diberikan kepada murid bernama Jef—murid yang melemparinya kayu dari belakang. Alih-alih membalas dengan pukulan, Edwin membalas dengan kata-kata tajam hingga akhirnya emosi Jef terpancing.
Masalah itu membuat Jef, yang terkenal temperamental, menyimpan dendam kepada Edwin. Suatu malam, Jef berniat menghabisi Edwin ketika pulang dari tempat hiburan, tetapi rencana itu gagal. Bak senjata makan tuan, malam itu Jef terkena pisau sabetan di bagian paha. Edwin melakukan itu sebagai bentuk pertahanan diri. Terkait kasus tersebut, Edwin menceritakan kelakuan Jef kepada kepala sekolah. Jef akhirnya terbukti bersih hingga dikeluarkan secara tidak hormat dari sekolah.
Sakit hati Jef semakin bertambah. Ia dan teman-temannya merencanakan pengepungan untuk membunuh Edwin. Pengepungan tersebut dilakukan saat Edwin, Bu Diana, Andre, dan Kristian berada di sekolah untuk menempel hasil gambar di mading kelas. Edwin yang tidak tahu sama sekali rencana pengepungan itu pada hari sebelumnya meminta bantuan Andre dan Kristian untuk membantunya. Suasana menjadi tegang ketika Jef dan anggota gengnya datang membawa senjata tajam. Edwin, Bu Diana, Kristian, dan Andre terjebak di dalam satu ruangan. Pengepungan yang dilakukan oleh Jef dan kawan-kawannya hanya ditujukan kepada Edwin, tetapi nasib naas membuat ketiganya—Bu Diana, Kristian, dan Andre—ikut terbawa.
Film berlanjut dengan dramatis, ketika Edwin, Bu Diana, dan kedua muridnya terkurung dalam satu ruangan, sementara Jef dan kawan-kawannya mengepung dari luar, lengkap dengan senjata tajam. Mereka menyusun rencana untuk bisa lolos dari pengepungan tersebut. Tak ada karya yang sempurna. Sama halnya dengan film Pengepungan di Bukit Duri. Ada beberapa hal yang seandainya ditampilkan dalam film, akan menambah kesan utuh. Dalam hal penceritaan, film ini seharusnya menghadirkan setiap kejadian dengan sebab yang jelas sebelum menampilkan akibatnya.
Memang benar bahwa tidak semua hal harus ditampilkan secara eksplisit, tetapi terlalu tertutup juga dapat membuat film terasa tidak utuh. Hal itu tampak pada adegan saat pengepungan. Tidak ada informasi, baik dari dialog maupun adegan, tentang bagaimana Jef dan kawan-kawannya mengetahui Edwin berada di sekolah. Adegan ini terasa sangat tiba-tiba, karena sebelumnya hanya ditampilkan adegan seorang wartawan yang melakukan siaran langsung di suatu lokasi pengepungan, lalu langsung beralih pada adegan Jef dan kawan-kawan mengeluarkan senjata tajam menuju sekolah.
Permasalahan selanjutnya pada film ini terletak pada karakter tokoh Jef yang memerlukan pendalaman karakter. Untuk memahami emosi Jef yang sangat berandal dan membenci keturunan Tionghoa, dibutuhkan kilas balik. Mengapa demikian? Karena di akhir film, Jef sendiri mengetahui bahwa ia adalah keturunan Tionghoa dari ibunya yang diperkosa oleh pribumi. Permasalahannya adalah karakter Jef yang sangat bertolak belakang. Jika mengetahui fakta itu, seharusnya Jef akan membenci kaum pribumi, terlebih dengan luka-luka yang ada di tubuhnya yang menyiratkan penganiayaan yang telah dia terima. Oleh karena itulah, kilas balik mengenai alasan tokoh Jef membenci keturunan Tionghoa perlu diterangkan, entah melalui adegan langsung ataupun melalui dialog.
Terlepas dari itu, film Pengepungan di Bukit Duri banyak diminati. Terbukti dari sepuluh hari persembahan, film ini telah meraih satu juta penonton, mengikuti film animasi Jumbo. Film kolaborasi media produksi lokal (Come and See Pictures) dan internasional (Amazon MGM Studios) ini secara sinematografi sangat bagus. Selain itu, akting aktor dan aktris juga sangat mendukung kehidupan film karya Joko Anwar ini. Kelabilan tokoh-tokoh remaja sangat terasa nyata. Film Pengepungan di Bukit Duri sangat layak untuk diapresiasikan.
Oleh: Nursaida
Tidak ada komentar:
Posting Komentar