Zainil Asikin sedang Memainkan alat musik Slober |
Alat
musik khas Lombok bukan hanya Gendang beleq namun terdapat berbagai alat musik
tradisional khas Lombok lainnya, salah satunya adalah Selober. Alat musik ini
adalah alat musik tradisonal yang terus dijaga dan dilestarikan oleh warga Desa
Pengadangan, Lombok timur.
Selober memiliki sejarah yang panjang dan hanya
ditemukan di Desa Pengadangan. Berkembangnya alat musik ini di Desa Pengadangan
tidak lepas dari pendatang yang berasal dari desa Jurit, Lombok Timur.
Merekalah yang meciptakan sekaligus mengembangkan alat musik ini sehingga di
terima dan dimainkan secara luas oleh warga Pengadangan.
Alat Musik Slober |
Lahirnya
selober berawal dari sebuah ketidaksengajaan. Salah seorang warga Desa
Pengadangan, Zainal Asikin menceritakan bahwa dulu salah seorang pendatang dari
desa Jurit hendak membuat alat musik Genggong. Alat musik genggong ini adalah
alat musik tradisional Sasak juga. Ia terbuat dari pelepah pohon aren. Karena
salah dalam proses membuat genggong akhirnya orang tersebut berimprovisasi dan
lahirlah selober.
Slober berasal dari kata slemor
dan seber. Selemor berarti mengisi waktu luang dan seber berarti
suara yang terdengar serak. Dari penggabungan dua kata inilah ter bentuk kata
slober.
Oleh karena itu selober biasanya dimainkan oleh warga Desa Pengadangan guna
mengisi waktu luang mereka saat tidak bekerja. Misalnya ketika mereka menunggu
musim panen padi tiba. Alat musik ini dimainkan hanya untuk mengisi waktu luang karena
suaranya yang kecil.
Namun kini telah biasa dimainkan di pertunjukan-pertunjukan. Namun untuk
menghasilkan musik yang indah, slober harus dikombinasikan dengan alat musik lain
seperti gambus.
Slober
terbuat dari pelepah pohon arena tau di dalam bahasa sasak disebut nao. Pelepah nao yang masih basah dikuliti
dan diambil bagian kulit luarnya. Bagian ini biasanya elastic dan tidak mudah
patah. Lembaran kulit pelepah nao inilah kemudian yang dimainkan dengan cara
ditiup sembari ditekan oleh ibu jari sehingga menghasilkan berbagai varian
nada.
Dipilihnya
pelepah nao karena ia elastic dan
tidak berbahaya. Jika menggunakan bambu memang akan elastis juga. Namun bilah
bambu yang sudah ditipiskan sangat tajam sehingga akan berbahaya ketika
dimainkan. Bukannya menghasilkan nada malah pemain slober bisa terluka.
Harus Berpasangan
Tidak
semua lagu bisa diiringi dengan selober. Umumnya lagu daerah Lombok yang bisa dimainkan
dengan alat musik ini hanyalah lagu yang
menggunakan lima nada; yaitu do-re-mi-so-la. Slober tidak dapat memainkan
lagu
tujuh nada, karena slober itu sendiri tidak mempunyai nada fa dan si.
Alat musik
ini harus dimainkan secara berpasang-pasangan. Ia tidak bisa dimainkan oleh
satu orang saja. Hal ini sesuai denga penuturan Zainal Asikin, “Alat musik ini
hanya bisa dimainkan oleh dua orang saja. Hal ini karena alat musik ini terdiri
dari dua bagian yaitu wadon/nine
(perempuan) dan lanang/mame
(laki-laki)”.
Jika
dimainkan sendirian maka nada yang dihasilkan tidak akan lengkap. Namun jika
dimainkan berpasangan maka kelima nada dasar (do-re-mi-so-la)
yang dihasilkan oleh slober. Nada wadon itu sendiri terdiri atas sol-do-mi sedangkan lanang la dan re. Sehingga jika dimainkan butuh keahlian tersendiri untuk mengolaborasikan nada yang
satu dengan yang lainnya.
Merdunya
alunan slober tak serta merta menarik minat anak muda untuk belajar memainkan
slober. Kurangnya minat generasi muda untuk belajar slober karena untuk dapat
memainkan slober sangatlah sulit. Metode memiankannya sangat rumit sehingga
butuh belajar yang mendalam.
Begitulah alasan mengapa Zainal
Azikin tetap
berusaha melestarikannya dengan membangun sanggar kesenian di Desa
Pengadangan. Dana yang dialokasikan
sekitar 18 juta
rupiah—berasal dari dana PNPM bantuan pemerintah melalui kementrian kebudayaan dan
pariwisata—
dana ini digunakan semaksimal mungkin untuk melestarikan kebudayaan yang mulai tergusur
oleh zaman.
Saat ini bangunan
sanggar sedang dibangun untuk
tempat latihan para personil. (Sin, Rizal, -)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar