Beberapa bulan lalu
gubernur NTB telah meluncurkan peraturan gubernur wajib baca karya sastra, baik
pada jenjang sekolah, perguruan tinggi, dan di kalangan umum. Salah satu tujuannya adalah
meningkatkan kualitas pendidikan di daerah khususnya NTB yang sejauh ini
dipandang masih berada pada peringkat yang lumayan tertingal dibanding dengan
daerah-daerah lain di Indonesia umumnya.
Dikutip
dari Kompas (5/9/11), “Buku sastra merupakan simbol peradaban
suatu bangsa.” Sebab didalamnya terdapat berjuta pesona
keindahan yang terlukis melalui kata-kata para pengarangnya, tentunya berkaitan
dengan kehidupan mahluk hidup yang ada di muka bumi ini. jika kita kaji secara
lebih mendalam, mengapa buku sastra yang menjadi sebuah simbol peradaban suatu
bangsa karena memang sastra mencakup keseluruhan dari semua disiplin ilmu,
terlebih-lebih menyimpan makna yang bersifat filosofis. Sastra juga merupakan
ilmu empiris yang artinya berdasarkan fakta masa lalu dan dapat pula dikatakan
mencakup tentang sejarah. Siapa bilang bahwa sastra tidak mencakup ilmu alam atau
ilmu pasti seperti matematika. Dalam kuliah kritik sastra kamis (1/11) Johan Mahyudi M.Pd mengatakan, “dua tambah
dua sama dengan empat dan dalam bahasa sastrawan mengatakan bahwa, dua tambah
dua mungkin saja sama dengan empat.’’ Artinya si pengarang mengubah kesimpulan bahwa dua
tambah dua mungkin saja sama atau mungkin saja tidak sama dengan empat malah
akan dikatakan enam kurang dua. Ini membuktikan bahwa sastra mencakup segala
bidang yang ada di dunia oleh sebab itulah buku sastra dikenal dengan simbol
peradaban suatu bangsa.
Menilik kehidupan masyarakat fakultas keguruan
dan ilmu pendidikan masa kini. Tahun
ajaran 2012-2013 telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir ini namun
kelihatannya budaya masa lampau dan klasik
memang sangat sulit untuk dirubah yakni kurangnya minat baca mahasiswa.
Asumsi saya beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya minat
baca adalah pertama teknologi yang makin canggih lalu kemudian terjadi
ketertinggalan buku-buku klasik yang tak diminati para pembacanya lagi lalu
yang kedua saratnya media hiburan yang menjadi pengecoh meskipun katanya
sebagai alat untuk merefresi syaraf otak yang telah lelah berfikir namun
rata-rata media hiburan yang beredar dikalangan masyarakat saat ini kebanyakan
bersifat selalu tidak membuat puas artinya akan mengakibatkan ketergantungan
pribadi yang akan melekat disetiap individu. Tidak jauh-jauh kita mengambil
contoh game online dan bahkan jejaring sosial saja menyebabkan ketergantungan
dan ini yang ingin saya katakan penemuan baru nonkimiawi adalah ketergantungan
game online dan ketergantungan facebook bukan hanya ketergantungan obat
terlarang yang menjadi kasus negeri di masa kini melainkan itu tadi.
Memang pada dasarnya semua itu memiliki efek
positif dan efek negatif namun jika telah melampaui dosis yang mengakibatkan
serangan terhadap minat membaca buku berkurang maka perlu kita berbenah diri secara seksama.
Tanpa kita harus saling bersembunyi minggu
lalu saya sangat terheran-heran melihat beberapa teman-teman mahasiswa/i lebih
memilih bermain kartu saat jam kosong atau tidak ada dosen masuk kekelasnya
ketimbang akan membaca buku ata menambah wawasan ilmu pengetahuannya dan jika
ini akan di biarkan berlarut-larut maka orang tak akan segan mengatakan bahwa
lulusan perguruan tinggi khususnya pabrik guru masa kini menghasilkan produk
yang sangat meragukan, dan hal ini akan terbukti kelak ketika kita semua telah
terlepas dari belenggu akademik dan hanya menyandang gelar sarjana lebih
tepatnya sarjana pengangguran karena memang yang menjadi aktivitasnya
sehari-hari di masa kuliah adalah mengannggur saja dan tidak ada alternatif
untuk mencari wawasan pengetahuan yang luas sehingga akan menciptakan generasi
bangsa yang cerdas.
Meninggalkan budaya pendidikan lama (jenjang sekolah) PROTAGOGI lalu menuju peradaban baru (perguruan
tinggi) ANDRAGOGI.
Dalam kuliah profesi keguruan yang diberikan
oleh Drs. Anang Zubaidi Soemerep saat saya duduk di bangku semester dua, beliau
pernah menjelaskan pendidikan protagogi adalah metode yang diterapkan selama
peserta didik menempati bangku sekolah artinya peserta didik tidak terlalu dibebani sebrat apa yang
dialami di masa kuliah atau duduk di perguruan tinggi namun secara bertahap
akan masuk ke andragogi. Peseta didik hanya dibebani berfikir disekolah saja
meskipun di tugaskan oleh guru bebberapa pekerjaan rumah, hal ini disebabkan
karena psikolgi atau kejiwaan siswa masih cenderung labil takutnya anak akan
mengalami defresi jika diberikan beban yang terlalu berat.
Selanjutnya andragogi adalah metode pendidikan
di mana peserta didik harus berusaha keras mencari bahan belajar tanpa harus
menunggu perintah dari dosen baik di kalangan kampus maupun diluar dan ini
merupakan metode yang memang diterapkan dijenjang perguruan tinggi maka tidak
heran jika saat ini masih menemukan dosen-dosen yang jarang melakukan tatap muka
cukup hanya menugaskan mahasiswanya mencari bahan dan mempresentasekan di depan
teman-teman sekelasnya karna memang sistem pendidikan di perguruan tinggi
seperti itu.
Membaca mungkin merupakan suatu aktivitas yang paling
membosankan dalam hidup anda dan akan sama halnya dengan menunggu, namun
sebelumnya saya ingin mengatakan bahwa ilmu tanpa membaca bagaikan hasil tanpa
usaha. Artinya tidak ada orang yang sukses tanpa melalui
pengorbanan-pengorbanan yang keras dan Mario Teguh dalam programnya, Golden Ways, pernah mengatakan “Tidak akan
pernah ada orang kaya seketika ia meminta uang kepada yang diatas lalu jatuh berkeping
keping dan sang pemohon mengatakan : ‘kurang tambah lagi dong’.” Artinya tidak
ada kesuksesan tanpa usaha dan perjuangan yang keras.
Buku sastra merupakan alternatif bagi kaum
yang kurang memiliki minat di bidang membaca karena pesona-pesona terindah akan
terlukis dalam benak anda ketika membacanya, memang bagi sebagian orang
beranggapan bahwa karya sastra sangat membosankan hingga memvonisnya sebagai
kaya yang tidak jelas karena kesana kemari namun itulah yang menjadi perangkap
para pengarang agar membuat karya sastranya dibaca berulang-ulang oleh
pembacanya. dan bahkan orang sampai melupakan makan sehari saking penasaran
atau asyiknya membaca karya prosafiksi dan ini akan membantu anda untuk lebih
mengapresiasi dan menghargai karya baik berupa karangan fiksi maupun tulisan-tulisan
ilmiah lainnya yang telah dicetak maupun
yang ada dimedia elektronik.
Oleh : Sahmat Darmi (Mahasiswa
Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP UNRAM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar