DOSEN
: jangan kau merampas waktu kami
Kami sangat menghargai para
dosen yang selalu ingin memindahkan waktu kuliah, baik dalam memajukan hari
kuliah atupun jam kuliah,dan sebaliknya mengundurkan hari kuliah atupun jam
kuliah di FKIP Universitas Mataram. Disaat
kami meminta disalah satu
(oknum, red.)dosen untuk memajukan jadwal UAS disalah satu mata
kuliah, kami ditanggapi dengan kata-kata yang penuh kesibukannya sendiri tanpa
mempertimbangkan dan menghargai keadaan kita yang dari sebrang timur yang ingin
pulang kampung. Padahal pada hari-hari sebelumnya kami sudah meminta untuk
memajukan jadwal UAS, berhubung banyak dari teman-teman kami yang ingin pulang
kampung yang rumahnya di sebrang laut, sebut saja dari Sumbawa, Bima, Dompu.
Saat kami meminta untuk mengundur
jadwal UAS tepat pada hari kamis tanggal
25 juli 2013,berhubung pada hari tersebut tidak ada jadwal UAS, dan dosen ini
tetap maunya pada hari jumat,
sedangkan pada hari jumat tanggal 27 itu semua ruangan di gunakan untuk tes penerimaan
mahasiswa baru jalur Mandiri, pada saat itu kami sepakat dan minta UASnya pada
jam pagi akan tetapi dosen ini maunya jam 14:00 dan kami menyepakatinya. Tepatnya
pada hari jumat kami ke kampus
tiba-tiba semua ruangan di konci
berhubung besok
paginya di pakai untuk tes Mandiri penerimaan mahasiswa baru dan dosen ini meminta
untuk di undur lagi pada hari senin, dan teman-teman kami yang sudah membeli
tiket untuk pulang kampung,
tiketnya mau di bawa kemana?, dan pada hari itu juga sempat kami menawarkan untuk
jadi UAS pada waktu itu karena banyak teman-teman yang boking tiket dan mau berangkat pada hari sabtu namun tidak peduli dengan masalah mau pulang
kampung atau tidak.
Kami menyadari bahwa kami hanya mahasiswa yang
belum punya jabatan apa-apa.
namun,
bagaimanapun ditempat yang terhormat (kampus putih) seperti ini layaknya di terapkan
hal seperti itu? Dan dimana tempat nilai-nilai pancasila itu?. Mohon bapak/ibu
dosen mempertimbangkan hal-hal seperti ini dengan keadaan kami!.
Mahasiswa Prodi PKn regular sore
PBS
JANGAN NAKAL
Kebijakan Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni menjadikan pembelian buku panduan penulisan karya ilmiah sebagai salah
satu syarat untuk mendaftar ujian patut dipertanyakan. Pasalnya, kebijakan ini
bersifat parsial dan tidak berlaku di jurusan
lain. Ketika saya secara pribadi mempertanyakan hal ini kepada PD I,
beliau mengaku bahwa kebijakan ini tidak diperlakukan oleh FKIP. Ini artinya
kebijakan ini memang berasal dari inisiatif PBS sendiri bahkan tanpa melakukan
koordinasi dengan dengan dekan dan PD I.
Tidak hanya tidak berkoordinasi dengan
pejabat dekanat, bahkan kebijakan ini tidak pernah disosiliasikan kepada
mahasiswa. Seorang petugas perempuan duduk di ruang jurusan dengan buku
pendaftaran ujian. Ketika ada mahasiswa hendak mendaftar ujian, ia langsung
menanyakan kwitasni pembelian buku sebagai syarat, dan jika tidak ada kwitansi
maka mahasiswa tersebut harus membeli buku pada saat mendaftar. Mahasiswa mengaku
berat hati membeli buku tersebut, namun terpaksa membeli karena jika tidak
mebeli maka ia tidak bias daftar ujian.
Andai ini benar-benar kebijakan jurusan
seharusnya ada surut keputusan (SK) yang disertai dengan sosialisasi kepada
mahasiswa. Namun patut dicurigai juga bahwa ini hanya keputusan sepihak
beberapa oknum tanpa koordinasi antara semua ketua program studi. Jika ini
benar, seharusnya oknum-oknum tersebut berintrospeksi diri.
Motif pemberlakukan kebijakan ini sangat
tidak jelas. Seandainya ini diwajibkan kepada mahasiswa ketika akan menyusun
skripsi masih bisa diterima secara logika karena bias digunakan sebagai pedoman
penulisan skripsinya, meskipun tentu saja jurusan tidak memiliki hak untuk
mewajibkannya. Namun ketika ini diberlakukan sebagai syarat bagi mahasiswa yang
akan mendaftar ujian skripsi ini jelas tidak masuk akal. Logika sederhananya,
ketika masasiswa sudah mendaftarkan diri untuk ujian skripsi maka skripsinya
sudah siap saja dan tinggal diujikan saja sehingga tidak perlu buku panduan
lagi. Lalu, untuk apa buku panduan tersebut bagi mereka yang hanya tinggal
ujian?
Seharusnya pihak jurusan tidak menjadikan
buku panduan penulisan karya ilmiah sebagai komoditi bisnis. Mental bisnis
jurusan tampak jelas dengan mewajibkan setiap mahasiswa yang akan mengerjakan
skripsi untuk membeli buku tersebut. Harga buku 25.000 mungkin tidak seberapa
bagi pejabat jurusan, namun jumlah tersebut cukup banyak untuk mahasiswa. Harga
tersebut jika dikalkulasikan dengan semua mahasiswa yang mengerjakan skripsinya
prodi pendidikan bahasa Indonesia pagi dan sore serta pendidikan bahasa inggris
pagi dan sore maka akan dihasilkan akumulasi hasil penjualan yang tidak
sedikit. Ini jelas komersialisasi berorientasi monopoli keuntungan oleh pihak
Jurusan.
Ayolah para petinggi jurusan PBS, jangan
semakin membebankan mahasiswa dengan hal-hal yang tidak jelas seperti ini.
Kampus adalah habitat orang-orang berpikir yang tidak sebodoh yang babak-bapak
dan ibu-ibu pikir. Fokuskan saja ikhtiar untuk memperbaiki kualitas jurusan
yang sampai saat ini akreditasinya masih berkutat di C. Kalau memang mau
meningkatkan kualitas karya ilmiah mahasiswa, silahkan instruksikan kepada
dosen pembimbing untuk lebih teliti membimbing mahasiswa. Jangan sampai justru
dosen pembimbing masih memperlakukan diri layaknya artis yang sulit ditemua
sehingga mempersulit mahasiswa. Jangan sampai Bukan malah menyulitkan mahasiswa
dengan mewajibkann hal-hal yang sebetulnya tidak perlu.
Mahasiswa FKIP Unram
Kelas pasar
di FKIP
Karna jumlah
mahasiswa yang terlalu banyak sehingga tidak muat ditampung oleh kelas, dalam
proses perkuliahan kami sering kali harus mengambil bangku dikelas lain.
Didalam suasan belajar pun terasa tidak epektif karna mirip pasar. klimaksnya
saat UAS berlangsung , kami terpaksa
harus keluar kelas dan menjawab soal di emperan ruang kelas, karena dosen tidak ingin kami duduk menjawab
soal berdempetan. Dan diluar kelas kami
sangat terganggu oleh mahasiswa lain yang lalu lalang di depan kami, dan tidak
mungkin kami salahkan, tapi kami yang harus tau diri telah menghalangi jalan
mahasisawa lain.
Saya mulai curiga dengan kuota mahasiswa di
kampus ini. Apa iya para pejabat kampus tidak memahami Undang-Undang Sisdiknas.
Bagai mana seharusnya setandar jumlah
mahasiswa dalam kelas.
Untuk para pejabat kampus yang terhormat
kami datang kuliah untuk mencari ilmu, jadi tolong perhatikan keadaan kami,
jangan hanya mahasiswa banyak saja yang
ada di otak kalian . namun juga pikirkan akibatnya. Terima kasih semoga
diperhatikan.
Mahasiswa PKn regular pagi, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar