Mataram (Pena Kampus)-Mulai
1 Januari 2014 Universitas Mataram akan memberlakukan lalu lintas satu pintu
masuk dan satu pintu keluar (satu jalur/sejalur). Dengan harapan mampu
meningkatkan ketertiban lalu lintas dan mengurangi kasus Pencurian Kendaraan
Bermotor (Curanmor) di Unram. Prosesnya yang dimulai pada 2014, akan diuji coba
selama tiga bulan. Pola Satu Jalur ini pun sedang dalam tahap sosialisasi, baik
kepada Civitas Akademika Unram maupun Masyarakat yang mnggunakan jalan raya
Unram sebagai jalan umum.
Ahib Riyadi, Kepala Unit
Humas IT dan Perlengkapan (UHTLP) Unram, (21/11) kemarin menjelaskan prosedur
lalu lintas sejalur tersebut akan memakai jembatan unram sebagai pintu masuk
dan menembus jalan pemuda sebagai pintu keluar. Dengan berlakunya sejalur ini
unram juga akan melakukan pemeriksaan terhadap pengendara yang memasuku area
Unram. “Di depan pintu utama (Jalan Majapahit) akan dibangun pos untuk
pemeriksaan kartu identitas, baik civitas akademika maupun tamu yang
berkepentingan. Pintu yang digunakan hanya yang di depan, jadi yang lainnya
akan ditutup dan dibuka jika benar-benar perlu.” Jelasnya.
Untuk posisi gerbang satu di
depan jalan masuk Unram, setiap civitas akademika yang akan masuk harus menunjukkan
kartu identitas. Bagi mahasiswa cukup menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM).
Dosen dan pegawai pun sedang dibuatkan identitas pengenal. Begitupun dengan tamu-tamu
Unram yang akan berkepentingan. “Kami
akan buatkan ID-Card untuk para tamu,” jelas laki-laki yang baru menjabat
kurang dari dua tahun tersebut.
Ditengah sosialisasi
prosedur peraturan tersebut sedang berjalan, nyatanya terdapat banyak pendapat
Kontra
dari Mahasiswa sebagai civitas akademika. Seperti yang diungkap
Anugerah
Septiansyah, salah satu mahasiswa FKIP Unram “Rute
perjalanan ke kampus akan
menjadi lebih
jauh daripada sebelumnya.” Ungkapnya sambil mengungkap ketidak sepakatannya
terhadap kebijakan tersebut.
Hal senada juga diungkap Mahasiswa
Bahasa dan Sastra Indonesia, yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, “penerapan satu jalur ini akan membuat Unram
semakin eksklusif, masyarakat tidak lagi dapat menggunakan akses jalan
satu-satunya penghubung antara Kekalik dengan Gomong maupun Dasan Agung.’’ Pungkasnya
ketika diwawancara.
Unram dituntut mengkaji
kembali kebijakan itu sebelum mengambil keputusan. Perencanaannya harus benar-benar matang. “Bagaimana teknisnya
untuk memeriksa identitas mahasiswa, dosen dan pegawai yang jumlahnya puluhan
ribu, apakah Rektorat akan menerjunkan seluruh satpamnya untuk melakukan
pemeriksaan.’’ Ujarnya penuh tanda Tanya. “Bayangkan jika Mahasiswa yang masuk
kuliah setiap jam yang sama itu ada sampai lima ribuan, tentu itu akan
membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan dapat saya pastikan itu akan
menimbulkan kemacetan yang panjang, sementara disatu sisi mahasiswa tentu akan
terlambat.’’ Ungkap mahasiswa tersebut. “Kalau memang keamanan menjadi alasan
penerapan satu jalur ini menurutnya, itu sangat keliru, mestinya untuk
meminimalisir curanmor itu cukup pengamanannya diketatkan di tingkat Fakultas saja,’’
imbuhnya.
Namun demikian
ada juga mahasiswa yang setuju dengan aturan tersebut. “Saya sih tidak masalah dengan aturan itu
kalau demi keamanan motor saya,”
ujar Misni Rahayu yang juga mahasiswa FKIP Unram. “Ini
cara terakhir untuk mengatasi masalah pencurian motor,” ujar Lalu Abdul Hamid, satpam Unram
Beberapa dosen juga
ikut menanggapi masalaha tersebut.
Seperti yang dijelaskan olehs Dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa
Inggris yang juga setuju dengan pemberlakuan satu jalur di Unram. “Jika memang
demi keamanan, ya lihat saja nanti
perkembangannya dulu,” ujarnya.
Begitu pula dengan salah
satu pegawai di FKIP yang enggan disebutkan namanya. Ia berpendapat bahwa tidak
ada alasan untuk menolak aturan yang bertujuan menertibkan. “Jangan selalu
menganggap segala kebijakan dari Unram ini buruk. Lihat sisi positifnya juga
perlu!” simpulnya. (ild/ist)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar