(image: ogang) |
Riuh rendah suara kucuran air mancur, ikan-ikan kecil sibuk
mecucut potongan kecil roti. Berenang kesana kemari, menggeliat memamerkan
corak indah tubuhnya. Seperti pengawal kerajaan sedang berjaga. Diseberang
sana, tertata bermacam-macam bunga yang indah, beraneka warna dan bentuk.
Terkadang melambai malu tertiup angin yang menggoda. Berebut manja siraman
hangat mentari pagi, terbuai pesona langit jingga pengantar mentari.
Dany sedang duduk di bangku taman, asik dengan stopwatch di tangan, di temani teh
hangat. Satu putaran lagi, teriak
Dany. Dengan nafas terengah Inda membungkuk didepan Dany. Berapa menit?, tanya Inda. 15
menit 43 detik, jawab Dany sambil menyodorkan minuman, lumayan bagus, tapi masih harus ditingkatkan lagi, lanjutnya. Nanti sore temenin latihan lagi ya,
pinta Inda setelah selesai meneguk setengah botol air mineral. Siap, Dany menjawab.
Burung-burung gereja mulai ramai, singgah mencicit pada
dahan-dahan pohon, menggoda para betinanya. Sisa embun yang menempel pada
rerumputan mulai hilang, seiring memudarnya warna jingga. Orang-orang juga
mulai meninggalkan taman, tergoda imajinasi lezatnya teh hangat dan roti bakar
yang menunggu.
Saya masih mau
disini, kamu pulang saja duluan, Dany menyuruh Inda. Memangnya
kamu mau ngapain disini, orang-orang juga sudah pulang semua, jawab Inda. Tidak ada, aku hanya masih ingin disini,
Dany menjawab. Iya sudah kalau begitu,
aku duluan ya, jawab Inda. Sesosok tubuh masih duduk termenung di ujung
sana, melemparkan potongan-potongan roti untuk ikan-ikan kecil. Sedari tadi
sosok itu mengganggu mata dan pikiran Dany. Setelah beberapa lama, Dany
akhirnya memberanikan diri mendekati sosok tersebut. Dany ikut melemparkan
potongan roti ke dalam kolam ikan. Kita
lihat roti siapa yang paling disukai oleh ikan-ikan tersebut, Dany berkata.
Ia masih diam, seakan tak peduli dengan kehadiran dan perkataan Dany. Potongan
roti terakhir ia lemparkan, kemudian ia berlalu tanpa menoleh maupun
berkata-kata kepada Dany. Dany hanya tersenyum melihat sikap wanita tersebut.
Juli membuka lemari makanan, mengambil dua helai roti
kemudian memasukkannya ke pemanggang. Ditemani lantunan musik alternatif rock
dari penyanyi Avril Lavigne menambah decakan pesona pagi yang indah. Setelah
menandaskan sarapan Juli segera menuju kamar mandi dengan masih berkomat-kamit
mengikuti lirik lagu yang sedang dimainkan.
Why should i care,
You want there,
but i was care,
I was so alone
Sedikit
penggalan lirik lagu yang sayup terdengar dari sudut kamar mandi.
Entah apa yang sedang menghasut benak Dany, sedari tadi ia
masih duduk melamun, berfikir tentang wanita misterius yang ia lihat di taman.
Ia merasa ada yang aneh dengan dirinya, wanita itu benar-benar membuatnya
menjadi pelamun. Di tengah lamunan yang tak kunjung habis, tiba-tiba dering handphone
Dany berdering. Setelah bergetar sampai handphone tersebut hampir terjatuh dari
atas meja, Dany akhirnya mengangkat telepon tersebut. Hai!, Dan, suara Inda dari seberang sana. Kenapa, Nda, jawab Dany sedikit malas. Minggu depan ada rencana gak?, kita ikut pergi kemah yuk, temen-temen
kampus ngadain acara kemah, gimana?, cerocos Inda. Lihat besok ya, jawab Dany singkat. Iya sudah, besok kita omongin lagi di kampus, balas Inda.
Juli berjalan santai menuju ruang kelas, kaos lengan
panjang, celana jeans, dengan ransel. Dia tipe wanita yang santai, tidak
terlalu ribet dalam berpenampilan, hanya sedikit merias wajah. Dany baru tiba
di kampus, dengan mata yang masih lusuh dan mulut masih beberapa kali menguap.
Semalaman Dany susah terlelap, ia hanya terjaga, masih berfikir tentang wanita
misterius di taman. Ia berjalan menuju kantin kampus, mencari segelas kopi dan
roti untuk mengisi perut. Beberapa meter di depannya Juli berjalan sedikit
menunduk. Dany menangkap mata yang mulai tak asing dalam penglihatannya, ia
mencoba membuka mata selebar mungkin, melawan lusuh mata yang masih mengambang.
Mendelik membenarkan mata bahwa ia tak salah lihat, Dia, Dany bergumam. Belum sempat Dany melangkah untuk mendekat,
wanita tersebut sudah hilang di balik tembok.
Dany menyeruput kopinya, membuat sedikit pening kepalanya
hilang. Apakah yang ku lihat tadi,
benar-benar dia?, Dany bertanya dalam hati. Bersenda gurau bersama
teman-temannya membuat Dany bisa sedikit melupakan wanita tersebut. hai! Dan, sapa Inda yang tiba-tiba datang.
Ehh, Hai! Nda, balas Dany. Duduk!, jadi, siapa aja emang yang mau pergi
kemah minggu depan itu?, sambung Dany. Lumayan,
udah ada 11 orang, kalau kamu jadi ikut jadi 12 orang. Kamu ikut kan, seru
pasti acaranya, Jawab Inda. Lama mereka bercakap-cakap, Dany akhirnya pamit
untuk pulang. Baru saja Dany berdiri dari duduknya, ekor matanya menangkap
wajah yang masih mengambang dalam kepalanya. Dengan cepat Dany beranjak,
memberanikan diri sekali lagi untuk mendekati wanita tersebut. Dany
mensejajarkan langkah dengannya, hai!,
sapa Dany. Wanita itu menoleh sejenak, lalu kembali melihat langkahnya. Kamu yang di taman kemarin kan, Dany
masih berusaha. Wanita itu masih tak menjawab. Dany memelankan langkahnya,
kemudian menghembuskan nafas kesal, tapi ia sudah kepalang, pantang untuk
menyerah sekarang, gumamnya. Boleh saya
tahu namamu?, Dany bertanya. Wanita itu masih tak bergeming. Dany akhirnya
mengalah, ia putar balik badannya kemudian berlalu.
Pagi-pagi buta, dengan mata yang lusuh, tapi enggan
terpejam. Dany beranjak menuju taman, menikmati pagi duduk melamun. Beberapa
orang sudah terlihat memulai lari pagi, beberapa yang lainnya menggunakan
sepeda olahraga. Aroma sisa embun yang menguap di barengi semilir angin pagi meniup
mata Dany. Alunan kaki serta kayuhan sepeda menjadi harmoni indah mengantarkan
kantuk menuju mimpi. Bereaksi dengan hangat mentari pagi membuat tubuh nyaman
untuk dibaringkan. Dany akhirnya beranjak dari duduknya, ia ingin mengikuti
godaan kantuk yang sudah mulai menguasainya.
Telepon Dany berdering, Inda,
Dany berkata. Halo! Nda, Dany
menyapa. Dan, jadi ikut kan kemah itu,
besok jam 9 kita kumpul di kampus, berangkat samaan dari sana, saya udah
masukin namamu, Inda bercerocos. Hmmmm,
Dany berdeham, iya sudah, kalau begitu
saya ikut, Dany akhirnya berkata. Dany sudah membayangkan bagaimana suasana
kemah nantinya, menurutnya kemah tersebut akan membosankan, sebab tak begitu
banyak dari peserta kemah yang ia kenal. Kemah
disebuah bukit akan sangat melelahkan, keluhnya. Belum sempat ia sadar dari
bayangan membosankannya kemah, telepon Dany kembali bergetar. Pesan singkat
dari Inda, dalam pesannya, Inda mengirimkan apa saja yang akan dipersiapkan
untuk kemah besok.
Pukul setengah sepuluh pagi, handphone Dany berdering,
membuatnya terbangun dari tidurnya. Ya,
Nda, sapa Dany. Dan, udah jam berapa
ini, kamu kok masih tidur, bentar lagi bus mau berangkat, ayo cepetan bangun,
ketua panitia kemahnya udah nanyain dari tadi, Inda berserapah. Iya, ini udah bangun kok, mandi bentar baru
berangkat kesana, jawab Dany malas-malasan. Dannnnyyy, udah gak usah mandi, udah telat ni, ayolah!, Inda
memohon kesal. Iya, iya, bawel, cuci muka
ni, terus berangkat, Dany mencoba kalem. Bus baru keluar dari gerbang
kampus, saat Dany baru tiba. Dany, pak
stop, itu Dany. Pinta Inda. Inda keluar dari bus dan memanggil Dany untuk
segera naik ke bus. Kamu ni yaaaa.
Omel Inda. Dany langsung duduk di kursi dekat pintu bus, merebahkan kepalanya
yang masih terasa berat.
Bus memasuki kawasan perbukitan, berderet sawah-sawah dengan
tanaman padi yang baru tumbuh. Beberapa petani berjalan di pematang sawah,
beberapa lainnya sedang sibuk menyiangi rumput liar yang mengganggu tanaman
mereka. Juli yang duduk di kursi belakang dekat jendela yang sedari tadi sibuk
membaca, mengalihkan pandangannya keluar, menikmati dan memotret pemandangan
yang terhampar di luar sana. Dany terbangun
dari tidurnya setelah bus tiba di pelataran parkir. Baiklah, semuanya, kita sudah sampai, kita mulai dari sini, siapkan diri
kalian untuk berjalan menyusuri bukit. Okta, katua panitia bersuara. Dany
turun dari dari bus, meregangkan tubuhnya, menghirup sebanyak-banyaknya oksigen
segar yang membuat matanya segar kembali. Ia berjalan ke sudut melihat
pemandangan yang terbentang, seluas mata memandang, barisan perbukitan yang
indah. Semuanya berkumpul, kita absen dan
ceklist perlengkapan dulu, sebelum kita mulai mendaki, Okta menggema. Dany
baru membalik badan untuk menghampiri asal suara, matanya menangkap sesosok
yang beberapa hari ini membuatnya mati penasaran. Dengan percaya diri dan
sedikit gaya cuek, Dany melangkah menuju sumber suara. Ia mulai merasa
menikmati liburan ini.
Setelah semua persiapan selesai, Okta memimpin rombongan
berjalan menyusuri jalan setapak. Dany berjalan paling belakang, Inda berada di
depannya. Satu jam sudah mereka semua berjalan, Okta menginstruksikan untuk
beristirahat. Minum Jul, Ryan
menawarkan air kepada Juli. Iya, makasi
yan, Juli menerima air yang di sodorkan Ryan. Dany yang melihat kejadian tersebut
menjadi lemas, ia meneguk air kemudian menghembuskan nafas. Kamu kenapa?, tanya Inda. Ah, kenapa apanya?, Dany membalas. Yeee, saya nanya kok malah ditanya balik,
ketus Inda. Ayo, perjalanan masih 2 jam
lagi, kita bergegas supaya tidak terlalu larut kita sampai di tempat
perkemahan, perintah Okta. Berjalan dan berjalan, masing-masing orang sibuk
dengan pikiran masing-masing. Dany hanya melangkah, semangatnya berkurang
setelah kejadian tadi. Istirahat, kemudian berjalan lagi, seterusnya, hingga
akhirnya mereka tiba di puncak bukit, Okta mengkomandoi peserta, membagi tugas
masing-masing. bagus ya pamandangannya,
cerah lagi langitnya, Inda berceloteh. Dany hanya menganggukkan kepala
tanpa semangat.
Senja yang bersahabat, warna merah yang memiliki kepekatan
warna terpanjang memantulkan sinar mentari yang akan beranjak, menghasilkan
hiasan corak jingga di langit, gumpalan titik-titik awan putih menjadi
penghias, betapa indah sore hari ini. Semenjak kembali dari acara kemah dulu,
Dany masih berfikir tentang wanita tersebut, sekuat apapun dirinya untuk tidak
berfikir tentangnya, semakin kuat pula wajah wanita tersebut hadir dalam
benaknya. Terkadang ia merasa menjadi orang yang paling bodoh, karena terus
berfikir tentang seseorang yang bahkan tidak ia kenal. Baiklah, Tuan Putri, kita lihat sampai mana kemampuanku bertahan dan
berjuang untuk bisa mengenalmu, Dany bergumam pada dirinya. Tuan Putri,
menjadi nama yang disematkan Dany kepada orang asing yang mempengaruhi
pikirannya selama ini.
Beberapa kali Dany terus mencoba menyapa Tuan Putrinya, tapi
seberapa kali ia mencoba, Tuan Putri masih tak bergeming, masih dengan sikap
yang sama. Hingga Dany merasa usahanya akan mencapai batas, dan ia merasa akan
menyerah. Percobaan kesekian kalinya Dany menyapa wanita tersebut, hai!, Tuan Putri, sapa Dany. Wanita itu
menoleh, nama saya bukan Tuan Putri,
akhirnya wanita itu mengeluarkan suara. Ohh,
maaf, Dany berucap kemudian berlalu. Dany merasa sangat senang akhirnya
wanita itu menjawabnya, ia berlalu karena terlalu merasa canggung untuk
melanjutkan percakapan.
Juli sedang asik memotong roti kemudian melemparkannya ke
dalam kolam, memberi makan ikan-ikan manja. Dany muncul dari belakangnya, selamat pagi, Tuan Putri, sapa Dany.
Wanita itu menoleh, lalu kembali memalingkan wajah, nama saya bukan Tuan Putri, dia menjawab. Keberatan memangnya kamu kalau saya manggil seperti itu?, Dany
bertanya. Tidak, tapi itu bukan nama
saya, timpal Juli. Kalau begitu itu
menjadi panggilan dari saya buat kamu, timpal Dany. Apa yang membuatmu berfikir untuk memanggilku seperti itu?, tanya
Juli. Saya juga tidak tahu, itu hanya
terlintas di kepala saya ketika saya berfikir tentangmu, jawab Dany. Boleh saya duduk, sambungnya. Silahkan, Juli mempersilahkan.
Daun yang bertahan di dahan pohon ketika angin bertiup
kencang merupakan daun yang kuat dan memiliki kamampuan, akan tetapi daun yang
gugur ketika itu, kemuidian membiarkan dirinya terbang terbawa angin adalah
daun yang memiliki pengalaman. Ia membiarkan dirinya bebas, mengikuti kemana
angin akan membawanya, menjadikannya kuat dan memiliki kemampuan untuk
bertahan, hingga pada akhirnya ia tersangkut, menikmati keindahan dengan cara
yang berbeda, kemudian layu, hingga akhirnya menyatu dengan tanah.
Banyak hal yang kemudian menjadi nyata ketika kita berani
untuk mencoba, melepas ego pikiran, kemudian mencoba memadankannya dengan
pikiran-pikiran orang lain hingga kita bisa beradaptasi dengan semua cara
berfikir. Takdir telah tertulis dengan jelas, tapi kita mempunyai rentang waktu
yang harus di isi sebelum kita menjumpai takdir tersebut. keluh-kesah, sedih,
kecewa, tertekan, senang, bahagia, sukses, merupakan beberapa bagian yang bisa
menjadi pengisi rentang waktu tersebut, tinggal bagaimana memilah dan
memproporsikan bagian tersebut.
Tuan Putri, waktu tidak akan memihak, ia hanya berputar,
kitalah yang harus memihak kepada waktu. Sebagaimana waktu menjadi pengingat
tentang apa yang telah kita lakukan, apa yang sedang kita lakukan, dan apa yang
akan kita lakukan. Menjadi pengiring terbit dan terbenamnya mentari, akan
tetapi dengan keadaan yang berbeda setelahnya.
Andy Jangkrik
Tulisan ini benar-benar menjadi pengantar baik untuk mengenang perjuangan yang pernah saya alami. Kisah Dany, memberi saya wejangan yang harus diingat, seberapa besar perjuangan untuk meraih hati seseorang, komitmen serta mengatur jarak adalah utama. Berikan ruang kepada orang yang kita kagumi untuk juga mengenal kita♥️
BalasHapus