Ibu Lupa Bertanya “Apa Kabar?” - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Rabu, 23 September 2020

Ibu Lupa Bertanya “Apa Kabar?”




Oleh: Risma Devi
(Anggota Pena Kampus)

Hari ini pinggangku sakit sekali, badanku terputar, rasa sakit menjalar, otak kiriku pening, tapi aku enggan berkata “Tolong!”. Begitulah aku, aku manusia yang sangat enggan meminta tolong padahal rasa sakit tengah memperkosa tubuh mungilku ini. “Sesakit apa yang kamu rasakan?” aku sering mendapati pertanyaan semacam ini menjejali otakku, aku ingin sekali menjawab dengan berkata “Jika rasa sakit ini kamu yang rasakan, aku tidak yakin kamu bisa bertahan sepertiku.” Akan tetapi, aku selalu menjawab pertanyaan semacam itu dengan senyum tipis padahal aku tersenyum dengan rasa pahit yang aku telan sendiri. Ah sudahlah, tidak penting membahas pertanyaan bodoh semacam itu karena rasa sakit bukan sebuah perlombaan yang dapat diukur angka.


Aku lupa minum obat pagi tadi, aku teledor sekali bukan? Aku buru-buru berangkat ke kampus tapi aku lupa memasukan pil-pil menjijikan itu ke dalam ranselku. Aku menyebutnya pil-pil menjijikan karena dua tahun lalu aku terancam tidak jadi diterima di tempat aku berkuliah sekarang karena positif tiga jenis Narkoba, tidak lain dan tidak bukan karena pil-pil yang aku telan setiap pagi. Selain itu, aku juga terlampau kesal dengan pil-pil itu karena mereka terus menelanjangi kepalaku. Ingin sekali aku berhenti berteman dengan pil-pil itu, tapi apalah dayaku yang menyeka rasa sakit yang diakibatkan oleh ulah otak kiriku, otak kiriku memang nakal karena selalu menikamku dengan rasa sakit.


Aku terus menelan pil-pil itu butir demi butir agar otak kiriku tidak nakal lagi hehe, kalian tahu apa yang terjadi? Kepalaku ditelanjangi terus menerus, hingga rambut indah, sehat, tebal, kuat, berkilau bak iklan shampo itu harus copot satu persatu dari kulit kepalaku. Morphine dan rangkaian obat-obat yang harus kutelan membuat rambutku jadi sangat tipis dan kusam, bahkan terjadi masalah-masalah lain. Awalnya terjadi masalah pada sistem pencernaan lalu merambat ke infeksi pada ginjalku. Rasa sakit memperkosaku terus-menerus padahal aku menelan Morphine sebagai anti nyeri, tapi akibat dari senyawa bernama Morphine justru menciptakan nyeri-nyeri yang baru di sekujur tubuhku yang mungil ini, aku tidak paham.


Beberapa orang pernah berkata bahwa mereka sangat kagum dengan ketabahanku dalam melawan rasa sakit dan merasa terwakili oleh cerita-cerita cengengku, tapi apa kamu tahu? Mereka hanya terwakili oleh cerita-ceritaku saja, tapi tentunya tidak ada yang mau dititipkan rasa sakit yang aku rasakan dan mewakili kematianku haha hidup ini sangat lucu bukan? Tenang saja, aku tidak mungkin meminta mereka untuk mewakili kematianku atau menitipkan rasa sakit yang aku rasakan, karena aku masih sanggup memikulnya sendiri. Aku juga tidak takut mati sendirian, karena pada dasarnya yang bernyawa pasti akan mati bukan? Mati sendiri bukanlah ketakutan terbesarku, tapi ketakutan terbesarku adalah dilupakan dan kehabisan cinta untuk dibagi.


Aku terus saja bercerita perihal rasa sakit yang memperkosa tubuhku ini, seperti seorang yang tidak mengenal apapun kecuali rasa sakit, mungkin banyak yang sudah sangat bosan mendengar cerita-cerita cengengku tapi mau bagaimana lagi? Rasa sakit adalah hal yang paling dekat denganku, jadi sangat terpaksa yang pertama kali aku akan kenalkan juga ketika kamu berkenalan denganku adalah rasa sakit. Karena rasa sakit adalah teman akrabku, dan pastinya selalu mengikutiku lalu memperkosaku di mana pun aku berada.


Jujur saja, aku juga bosan dengan rasa sakit yang aku rasakan, tapi aku harus selalu mau walau aku tidak mau, siap merasakannya walaupun aku tidak siap, aku harus menikmatinya walaupun aku tidak mau menikmatinya. Yang aku bisa lakukan adalah menghela napas dan berharap ada yang memberiku rasa empati, karena setiap rasa sakit akan lebih ringan aku rasakan saat seseorang memberi rasa empati dan dunia akan terasa sangat kejam jika manusia kehilangan rasa empati. Sepertinya memang begitu, ayolah! Tidak ada yang sudi untuk sekadar bertanya apakah aku baik-baik saja? Apalagi memberi rasa empati. Tidak ada yang peduli walaupun aku juga berhak untuk kembali utuh, hanya kepura-puraan yang aku dapati, jika aku mengeluh sakit mereka hanya akan melontarkan omong kosong yang dibalut dengan bermacam-macam diksi. Mungkin saja dunia saat ini sudah benar-benar telah kehilangan jati diri.


Hari ini pinggangku sakit sekali, badanku terputar, rasa sakit menjalar, otak kiriku pening, aku enggan berkata “Tolong!”, dan ibu lupa bertanya “Apa kabar?” akibatnya aku lupa minum obat lalu rasa sakit memperkosaku sekali lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar