Oleh: Maesri Latipah (Anggota LPM Pena Kampus)
Terbesit indah pada ingatan masa lalu
Tentang sebuah mimpi yang pernah terbentang
Sangat jauh, di terka bersama bayang
Roda-roda yang bertaut, kini terasa semakin dekat
Tawa yang kian pecah, merangkul semakin erat
Raga yang pantang bertolak, melesat hingga jauh disana
Tak kenal batu yang menghadang
Tak peduli duri yang memenjara
Putaran-putaran ingatan kini menjadi lekat
Rintik bulir bening yang di pandangnya
Seonggok rupa yang berdiri disana
Tengah bergumam tanpa nada; sangat merdu
Bisikannya pada hujan, tak di dengar binatang pun
Bahkan pohon yang tegak di depan, hanya ikut memandang
Sunggingan yang tak nampak, isyarat harap bersama pasak
Goresan kali ini bukanlah luka, namun dunia baru yang sangat
nyata
Tubuh tegak yang berdiri disana
Tak pandang basah kuyup, kedinginan
Tak lupa pula dengan tujuan
Rindu yang terus saja terbentang
Cita yang masih saja menggenang
Saksi bahwa masih ada tujuan yang harus di bayar
Sapuan angin yang terus saja datang, menampar sangat keras
Tubuh mungil itu terus saja berdiri
Termangu, terpaku pada alam beku
Bersama hujan yang terus menyiram taman
Tempat duduk yang terus terguyur perlahan
Tak berkedip mata itu memandang, sangat tajam
Kedepan, jauh disana bangunan mewah terpampang
Sangat jelas, jelas sekali jejak kaki itu mengikuti
Berlari pun tak sampai, namun kerasnya kilat terus di gapai
Tak lain, disana ada harap yang masih tertanam
Bersama sepucuk surat yang tertulis tinta hitam
Di atas balkon, dikelilingi pohon rindang
Seraya memejam perlahan
Impian itu pun kenyataan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar