Senin, (1/11/2021), dua jurnalis pers mahasiswa Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UPPM-UMI), mendapatkan surat pemanggilan klarifikasi dari kantor polisi berdasarkan surat laporan Nomor B/3400/X/Res.1.6/2021/Reskrim tertanggal 30 Oktober 2021 yang ditujukan kepada Sahrul Pahmi dan Nomor B/3401/X/Res.1.6/2021/Reskrim ditujukan kepada Ari Anugrah. Kedua jurnalis persma tersebut dilaporkan atas kasus dugaan penganiyaan dan pengrusakan yang terjadi pada insiden penolakan penggusuran Sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Muslim Indonesia (UMI).
Pada Sabtu, 16/10/2021 pengurus UKM UMI dikagetkan dengan adanya alat berat (excavator) yang berada di dekat sekretariat UKM bersama sekitar 30 petugas keamanan yang hendak merobohkan bangunan sekretariat UKM. Pukul 06:00 WITA petugas keamanan berkumpul di depan Auditorium Al-Jibra yang diikuti dengan excavator. Excavator mulai bergeser kesekretariat UKM bersama petugas keamanan, menurut pengakuan petugas keamanan bahwa excavator tersebut bukan untuk merobohkan sekretariat melainkan untuk melakukan penggalian dibelakang Fakultas Ilmu Komputer (Fikom).
Mahasiswa pun membiarkan excavator tersebut untuk melintas di jalan tepat di depan bangunan sekretariat UKM. Akan tetapi pada saat excavator berada tepat di depan UKM Seni, kepala keamanan memberikan aba-aba kepada supir excavator untuk segara merobohkan sekretariat UKM Seni. Secara langsung, moncong excavator pun diayungkan mengarah ke UKM Seni yang mengakibatkan bangunan sisi kanan sekretariat UKM Seni roboh. Hal ini sontak mengangetkan mahasiswa hingga mahasiswa yang berada di lokasi melakukan perlawanan. Tak hanya bangunan sekretariat yang rusak, salah satu kendaraan mahasiswa yang berada di depan sekretariat UKM KSR PMI juga rusak ditabrak oleh exkavator yang pada saat itu tengah mundur dengan laju akibat desakan yang dilakukan oleh mahasiswa.
Menyikapi surat pemanggilan dari kantor polisi, maka dalam hal ini melalui press release disampaikan beberapa poin kronologi dan rentetan peristiwa penting yang berkaitan dengan upaya penggusuran paksa sekretariat UKM UMI yang perlu diketahui oleh publik.
Sebelumnya, terkait akan adanya exkavator telah diketahui oleh mahasiswa pada (15(10) malam hari sebelum insiden kericuhan yang terjadi di pagi hari. Mencari kejelasan terkait informasi tersebut, mahasiswa kemudian meminta klarifikasi kepada Firman yang merupakan kepala satuan pengamanan (Satpam). Kepala Satpam membantah tujuan excavator tersebut untuk merobohkan sekretariat UKM UMI dan menjelaskan bahwa keberadaan excavator ditujukan untuk melakukan penggalian yang berada tepat di belakang Fakultas Ilmu Komputer (Fikom).
Pada tanggal (16(10), sekitar pukul 06:30 WITA, satu unit excavator yang dikawal puluhan satpam datang dari arah Auditorium Al-Jibra yang bergerak ke arah kompleks UKM. Diketahui Sahrul Pahmi dan Ari Anugrah masih tengah tertidur di ruang produksi UPPM UMI dan terbangun karena dikagetkan oleh beberapa rekan mahasiswa lain yang mulai ribut atas keberadaan excavator tersebut.
Beberapa mahasiswa pun mencoba menahan excavator dengan menggunakan ban-ban bekas yang di lemparkan ke jalan. Dalam peristiwa ini sudah terjadi adu mulut, dikarenakan kepala Satpam merebut ban bekas milik mahasiswa yang digunakan untuk memblokade jalan. Dan pada saat itu pihak Satpam masih berdalih bahwa excavator ini digunakan untuk penggalian bukan untuk pembongkaran sekretariat. Sehingga membiarkan excavator lewat dan berhenti tepat di depan sekretariat UKM Seni.
Pada pukul 07:03 WITA, moncong excavator mulai terangkat menyentuh dan diayungkan ke arah bangunan sekret UKM seni atas arahan kepala Satpam yang mengakibatkan sisi kanan bangunan sekretariat UKM seni roboh. Kericuhan pun tak terhindarkan, mahasiswa mulai melakukan tindakan paksa dengan melakukan pelemparan dan berhasil mendesak excavator untuk menghentikan operasi pembongkaran.
Ari Anugrah berteriak dengan mengatakan “Berhentiko, kami sudah menyurat untuk mengadakan audiensi untuk masalah ini,” Tetapi escavator tetap tidak mau berhenti. Walaupun seperti itu, Ari tetap berupaya menghalangi escavator agar berhenti melakukan penggusuran, disamping itu Ari terus menerus berteriak menyuruh agar escavator berhenti. Tetapi Firman tetap memberikan arahan ke sopir escavator dan memintanya agar tidak berhenti.
Tidak lama kemudian, Firman memiting Ari Anugra bersama 3 orang security lainnya yang menahan tangan Ari dibelakang lalu mendorongnya sampai terjatuh di tanah. Tidak lama kemudian, situasinya semakin ricuh dan Ari yang telah lepas dari pengawasan Satpam lalu mundur untuk menghindari lemparan yang dilayangkan kearah excavator.
Sementara, Sahrul Pahmi pada waktu itu berada dibelakang excavator mencoba maju untuk menghalangi, namun dihadang oleh beberapa satpam kampus UMI. Excavator tetap melanjutkan penggusuran dan merobohkan Sekret UKM Seni yang pada saat itu masih ada pengurus UKM Seni yang sementara tertidur di dalam sekretariatnya.
Sahrul Pahmi berteriak dan tetap mencoba untuk menghentikan excavator. Sahrul Pahmi juga berusaha membantu Ari yang tengah mendapat kekerasan oleh kepala Satpam. Setelah itu, Sahrul Pahmi kembali maju di depan excavator untuk menghentikan upaya pembongkaran paksa dengan menghindari penghadangan yang dilakukan oleh pihak Satpam.
Meski telah diminta oleh mahasiswa untuk menghentikan pembongkaran, akan tetapi supir excavator tetap mencoba melakukan pembongkaran atas desakan pihak kampus melalui arahan kepala Satpam. Hal inilah yang menyebabkan situasi semakin memanas hingga terjadi pelemparan batu, kursi, kayu yang dilakukan oleh beberapa orang mahasiswa, dan massa solidaritas yang mulai berdatangan untuk menghalangi upaya penggusuran sebagai bentuk pertahanan diri.
Lemparan bebatuan, kayu, kursi, datang silih berganti mengarah ke excavator dan berhasil membuat escavator mundur dan tidak melanjutkan pembongkaran sekretariat. Dalam situasi ini, supir excavator pun mengevakuasi dirinya dan meninggalkan mobil excavator yang masih mendapat pelemparan oleh mahasiswa.
Mahasiswa dan massa solidaritas yang berdatangan di lokasi untuk menghalangi upaya pembongkaran terus bertambah. Diketahui pada saat Excavator mundur menabrak satu unit motor milik mahasiswa yang mengakibatkan kendaraan tersebut rusak. Setelah escavator mundur, Ari dan Pahmi memilih beristirahat di UKM UPPM bersama kawan lainnya.
Sekitar pukul 07:10 wita, beberapa mahasiswa saling membantu untuk membereskan barang-barang di sekretariat UKM Seni dan memblokade jalan depan UKM Seni menggunakan puing-puing bongkaran bangunan dan peralatan seadanya. Dan sekitar pukul 07:20 wita, mobil excavator telah dilarikan oleh Satpam ke depan Fakultas Hukum untuk diamankan.
Pada pukul 07:30 seluruh mahasiswa dan solidaritas memblokade seluruh jalan di wilayah kompleks UKM dengan menggunakan bambu, besi, batu, dan spanduk yang bertuliskan, “Tolak Pengosongan Sekretariat, UKM Tergusur UMI Lautan Api”. Hingga tulisan ini diterbitkan, jalanan yang melintasi di depan kompleks UKM masih di blokade oleh mahasiswa dikarenakan sampai saat ini pihak kampus masih menolak untuk melakukan audiensi.
Pembangunan yang Tidak Menjawab Kebutuhan Mahasiswa
Wacana pembangunan UKM dimulai pada saat pihak kampus memasang baliho di depan Sekretriat UKM KSR PMI yang bertuliskan “INSYA ALLAH SEGERA DIBANGUN SEKRETARIAT UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA,” tanpa mengkonfirmasi kepada pengurus UKM. Selang delapan belas hari pasca pemasangan spanduk, selanjutnya pada tanggal 24 Mei 2021 pengurus UKM dikagetkan dengan masuknya surat dengan nomor 249(F.08(BAKA-UMI(V(2021 yang berisi perintah pengosongan sekretariat selambat-lambatnya tanggal 25 Mei 2021.
Diketahui surat tersebut keluar pada tanggal 06 Mei 2021, namun baru sampai kepada pengurus UKM pada tangga 24 Mei 2021, hal ini membuat pengurus UKM menilai adanya cacat administrasi dalam surat tersebut, selain itu surat tersebut juga baru distempel dihari pengantaran atau tepatnya sehari sebelum perintah pengosongan.
Saat ditemui oleh pengurus UKM, WR III mengatakan alasan pembangunan adalah karena kesan kumuh yang terlihat di kompleks UKM dan hal tersebut menyangkut citra kampus.
Pasalnya di atas lahan yang saat ini berdiri 7 UKM akan digusur kemudian dibangun gedung berjumlah 20 ruangan dengan luas masing-masing 2,75 meter x 3 meter yang hanya dilengkapi dengan satu toilet. Ukuran tersebut tidak mampu menjawab kebutuhan setiap UKM, seperti jumlah pengurus yang rata-rata setiap UKM ialah kurang lebih 20 orang, tidak mampu menampung barang setiap UKM, yang tentunya dengan kondisi tersebut akan menghambat kerja-kerja organisasi. Dalam pengambilan keputusannya pihak kampus sangat sepihak dan serampangan, sebab dalam proses pengambilan kebijakannya tidak melibatkan mahasiswa.
Selain itu, pihak kampus juga tidak pernah melakukan sosialisasi terkait pembangunan yang menyangkut kelangsungan hidup kerja-kerja organisasi kemahasiswaan. Padahal ada hak yang diatur dalam peraturan kampus. Dalam proses pengadaannya, fasilitas diharapkan mampu menjawab kebutuhan kampus.
Selama kurun waktu empat bulan lamanya, pengurus UKM menunggu itikad baik dari kampus terkait perencanaan pembangunan tersebut. Namun bukannya membuka ruang dialog, pihak kampus kemudian melayangkan kembali surat kedua pada tanggal 20 September 2021 dengan nomor 496(F.8(BAKA-UMI(IX(2021. Perihal surat tersebut masih sama soal perintah pengosongan sekretriat paling lambat 23 September 2021. Yang berbeda dari surat pertama adalah adanya lampiran daftar barang yang akan dititipkan selama proses pembangunan. Tidak hanya itu, pihak birokrasi juga menjanjikan uang sebesar Rp.500.000 apabila pengurus UKM membongkar sendiri sekretariatnya.
Menanggapi surat tersebut, pengurus UKM lalu berkumpul untuk mendiskusikan persoalan ini secara serius. Sehingga lahirlah dua kesepakatan, pertama membalas surat dari WR III yang berisikan terkait permohonan untuk audiensi, kedua terbentuklah Aliansi UKM UMI sebagai wadah koordinasi lebih lanjut.
Pada tanggal 21 September 2021, Aliansi UKM kemudian mengantar langsung surat permohonan Audiensi pertama. Sayangnya, WR III yang ditemui di ruangannya, menolak surat tersebut, bahkan ia tidak menerima apalagi membaca surat permohonan audiensi yang diberikan oleh pihak Aliansi UKM dengan dalih semua sudah selesai dibicarakan dan tidak bisa berubah.
Sementara fakta yang terjadi bahwa hingga saat ini belum ada pembicaraan terkait hal ini yang melibatkan seluruh pengurus UKM dan sebuah keputusan bersama.
Aliansi masih berharap adanya wadah demokratis yang dibuka oleh pihak kampus sebagai bagian dari upaya mendengar pendapat mahasiswanya, terlebih UMI sebagai kampus yang katanya islami sudah semestinya mengedepankan musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusannya.
Sebab kebijakan pembangunan terkait ruangan UKM yang hanya seluas 2,75 x 3 meter tersebut juga menyangkut pihak yang akan menempati bangunan yang dimaksud. Sangat disayangkan, jika UMI yang juga kerap membanggakan dirinya sebagai kampus swasta terbaik di luar pulau Jawa akan tetapi hanya memberi ruang yang begitu tidak layak kepada mahasiswa yang aktif di UKM untuk proses pengembangan diri.
Hingga pada tanggal 16 Oktober 2021, kampus bukannya membuka ruang dialog untuk menanggapi kritik dari mahasiswanya akan tetapi melakukan upaya pembongkaran paksa bangunan UKM di UMI. Sebagaimana yang telah terjelaskan sebelumnya mengenai kronologi pembongkaran paksa melalui pihak Satpam kampus yang dilakukan dengan cara represif.
Bahkan pada malam hari sebelumnya, pihak kampus meminta kepada mahasiswa untuk meninggalkan sekretariat dengan alasan Rektor akan mendatangi kompleks UKM. Akan tetapi beberapa mahasiswa memilih bertahan untuk mengantisipasi hal-hal yang tak terduga. Setalah upaya Pembongkaran yang dilakukan oleh pihak kampus, tanggal 19 Oktober 2021 Aliansi UKM menggelar Panggung Bebas Ekspresi yang juga dirangkaikan dengan peringatan Maulid, dilaksankan tepat di depan gerbang II kampus II UMI pada malam hari.
Keesokan harinya, Pada tanggal 20 Oktober 2021 pihak kampus kembali melayangkan surat dengan Nomor: 2132(H.06(UMI(X(2021. Berisi perintah pengosongan sekretariat selambat-lambatnya 3 x 24 Jam. Lagi-lagi Aliansi UKM menemukan maladministrasi, dimana surat keluar pada tanggal 18 Oktober tetapi baru diantarkan dua hari setelahnya. Hal tersebut membuat pengurus UKM bingung, tanggal mana yang mengikuti soal 3×24 jam. Apakah terhitung mulai tanggal 18 ataukah tanggal 20.
Merespon hal tersebut, Aliansi UKM UMI mengelar aksi Demonstrasi Di Depan Kampus II UMI Pada hari itu Juga dan kembali megirimkan surat audiensi yang kedua kalinya yang ditujukan kepada Rektor UMI. Namun terulang lagi, surat tersebut tidak mendapatakan jawaban dan tidak ditanggapi sampai dengan hari ini.
14 hari setelah aksi pembongkaran paksa yang dilakaukan oleh pihak kampus, tak ada itikad baik untuk menilik kondisi sekretariat UKM dan menjawab tuntutan serta keresahan yang disuarakan oleh mahasiswa, bahkan mahasiswa mendapat tindakan pengusiran ketika hendak menemui pimpinan.
Selanjutnya, Senin, 1 November 2021, Pada pukul 09:14 WITA Salah satu staf WR III mendatangi sekretariat UPPM-UMI dengan membawa dua buah surat pemanggilan dari pihak kepoisian dengan yang ditujukan kepada Sahrul Pahmi dan Ari Anugrah, masing-masing dengan nomor B(3400(X(RES.1.6(2021(Reskrim dan B(3401(X(RES.1.6(2021(Reskrim.
Menanggapi surat pemanggilan tersebut, UKM UPPM UMI telah membuat laporan kepada pihak Lembaga Bantuan Hukum Makassar (LBH) untuk kemudian didampingi selama proses pemeriksaan.
Narahubung: Nunuk (085341805499) iwa (081356452718)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar