Mataram (1/6) – Semenjak wafatnya
Pembantu Dekan (PD) III, Alm.Furqan Mahdan,M.Pd, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Mataram (FKIP Unram) semakin dilanda krisis pemimpin. Ditambah
lagi dengan lemahnya controlling dari Dekan FKIP Unram, Prof.Mahsun,Ms, yang
kini juga merangkap Pelaksana Tugas
(PLT) sebagai Kepala Pusat Bahasa di Jakarta. Hal ini telah mengundang komentar
dari berbagai pihak.
“Apa yang tidak jalan kalau dekan
tidak disini? Kata Dr. Syafrudin M.S. Dekan kita tidak akan bisa menjadi kepala
pusat bahasa di Jakarta sana, kalau tidak menjadi dekan” demikian pertanyaan PD
I FKIP Unram, Dr.Syafrudin, menanggapi kejelasan posisi dekan. Menurutnya, tidak
ada program yang terbengkalai akibat ketidakhadiran dekan secara intensif di kampus.
Pun semenjak menduduki dua jabatan,
dekan FKIP hanya datang ke kampus setiap Sabtu dan Senin.
Diluar hal tersebut, ia juga berharap agar mahasiswa tidak terlalu mempermasalahkan
tentang dekan. “Kita memiliki badan perencanaan, jadi semua program kerja telah
direncanakan tahun lalu. Nah, sekarang
tinggal kita menjalankannya saja. Beberapa program seperti seminar dan lain sebagainya
itu sudah dalam konsep,” jelasnya lagi.
Meski demikian beberapa upaya telah dilakukan oleh Dekan FKIP Unram untuk
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Dekan dengan bersurat kepada Rektor
Unram. Dari pihak rektorat juga telah mengirim surat pengunduran diri tersebut ke
pusat namun hingga kini belum ada kejelasan.
Sementara itu ketika
di konfirmasi di ruang kerjanya, Pembantu Rektor (PR) IV Unram, Prof. Ir.Suwardji,M.App.Sc.,Ph.D, menjelaskan bahwa pihak universitas pun
bukannya tanpa usaha untuk mencarikan solusi bagi masalah yang sedang di hadapi
pihak FKIP.
“Pihak universitas sudah menyampaikan
permasalahan ini secara langsung ke Dirjen bahkan langsung ke bapak menteri
pendidikan. Tapi kita disuruh
menunggu dulu, siapa yang bisa memaksa presiden? Kalau sudah menterinya yang
bilang seperti itu kita ya hanya bisa
menunggu,” jelasnya.
Menurutnya hal
tersebut merupakan aturan kenegaraan dan rektor tidak bisa memaksakan begitu
saja. Rektor tidak memiliki dasar hukum untuk memberhentikan dekan, ada aturan
hukum yang harus di ikuti. Jika SK Presiden telah turun maka secara otomatis dekan
FKIP Unram berhenti menjabat.
Senada dengan PD I
FKIP Unram, PR IV Unram pun menjelaskan bahwa Prof.Mahsun sebagai dekan pun
telah berkali-kali menyatakan pengunduran dirinya di FKIP, namun proses hukum
yang harus di jalani tidak mudah sehingga membuat masalah ini masih
berlarut–larut hingga kini. Secara teknis, peran dekan jika Prof.Mahsun tidak
berada di tempat di gantikan oleh Pelaksana harian (PLH) yang di embankan kepada
Drs.H. Syahdan,M.Ed.,Ph.D.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 67 Tahun 2008 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Dosen sebagai
Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pimpinan Fakultas. Terdapat Pasal 13 Ayat (1)
yang membahas perihal pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan fakultas
diberhentikan dari jabatannya. Salah satu poin dalam ayat tersebut bertuliskan;
“(d) Diangkat dalam jabatan negeri yang
lain;”
Begitu pula dengan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia
Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 48 Ayat (1) dan (2) dalam
PP tersebut pun berbunyi; “(1) Dekan
Fakultas yang diselenggarakan oleh Pemerintah diangkat dan diberhentikan oleh R
ektor setelah mendapat pertimbangan senat fakultas yang bersangkutan. (2) Dekan
fakultas yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh
Rektor setelah mendapat pertimbangan senat fakultas yang bersangkutan melalui
prose dur yang dimuat dalam statuta universitas/institut yang bersangkutan.”
Melihat ketidakjelasan yang terjadi, terdapat beberapa keluhan dari para
dosen, diantaranya adalah dari Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (PBS), Johan
Mahyudi,M.Pd. Beliau menjelaskan banyak kelemahan–kelemahan ketika tidak ada dekan
ditempat. “Semenjak turunnya surat dari Dirjen Dikti, FKIP terhitung tidak memiliki
Dekan. Ironisnya hingga saat ini Dekan FKIP Unram belum juga digantikan.”
Kelengkapan fasilitas yang terbengkalai merupakan implikasi dari lemahnya
kontrol dekan terhadap kampus. Sepertihalnya keterhambatan pembangunan Gedung E
FKIP Unram dan lain sebagainya. “Tidak adanya dekan ditempat membuat kinerja semua
ini tida kterkoordinir dengan baik, termasuk kinerja dosen dan sub–sub
kelengkapan lain karena tidak diawasi,” imbuhnya.
Ia pun menambahkan bahwa kekosongan kursi dekan ini sangat dirasakan
ketika adanya kegiatan–kegiatan mahasiswa yang seharusnya didukung penuh serta diapresiasi
oleh dekan tidak terpenuhi. Seperti tercontoh, mengisi acara pembukaannya suatu
kegiatan.
Hal seperti ini pernah dirasakan ketika Acara Bedah Novel karya
Johan M. di Aula Gedung A FKIP beberapa bulan lalu. Ia terpaksa membuka acaranya
sendiri tanpa ada sambutan dari dekan atau pejabat kampus yang mewakili. “Kita
sedang kekurangan pejabat kampus untuk membuka acara–acara seperti ini, dan terpaksa
saya sendiri selaku pembicara yang akan membuka acara ini dengan resmi,” tutupnya.
Sama halnya dengan Ahmad Sirulhaq,M.Pd yang juga turut membeberkan komentar,
“Dekan harus stand by di kampus karena
tidak selamanya urusan dekan dapat tercover
secara penuh oleh PD I yang sudah memiliki tanggung jawab dalam urusan
akademik.”
Ternyata kekosongan dekan di FKIP tidak semata berdampak terhadap urusan
birokrasi dan akademik serta dosen saja, melainkan juga pada mahasiswa. Seperti
yang sangat disayangkan oleh masing-masing ketua Organisasi Mahasiswa (Ormawa).
Keluhan mereka dapat direkam Pena Kampus yang menyatakan “FKIP
kekurangan pejabat,” ujar Ketua Umum MT Al-Kahfi, salah satu Ormawa FKIP Unram.
Menurutnya akibat dari kekurangan pejabat tersebut sangat berimbas terhadap kreativitas
Mahasiswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar