Guru, Faktor Terpuruknya Pendidikan? - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Senin, 27 April 2015

Guru, Faktor Terpuruknya Pendidikan?

Oleh :
Januar Wahyu Priyanto
(Kordinator Div. LITBANG LPM Pena Kampus FKIP UNRAM)

“Sudah berhasilkah pendidikan kita hari ini?” Tulisan ini diawali dari kalimat tanya tersebut. Mungkin pertanyaan tersebut terkesan sinis dan terkesan tak menghargai kerja keras pemerintah kita saat ini demi mengembangkan dan memajukan pendidikan. Namun, jika saja pendidikan kita tidak sesemrawut sekarang tentu saja pertanyaan seperti itu tidak akan pernah muncul dalam pikiran kita.
Sesuai dengan amanat konstitusi negara ini, pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak sedikit orang yang salah dalam menafsirkan “mencerdaskan kehidupan bangsa” sehingga pendidikan kita tidak memiliki arah yang jelas, gonta-ganti kurikulum, misalnya. Sedikit mengintip ke kurikulum, saat ini pemerintah pun masih galau tentang masalah kurikulum mana yang cocok dan akan digunakan di negeri ini. Hal itu bisa kita lihat bersama dari banyaknya pro dan kontra yang muncul dari setiap kalangan elite. Permasalahan tersebut kemudian melahirkan kebingungan di kalangan tenaga pendidik dan peserta didik.

Sepertinya, untuk saat ini wajar saja jika kita berfikir siapa saja presiden ataupun menteri pendidikan yang menjabat, pendidikan Indonesia masih tetap saja sulit diperbaiki. Sistem pendidikan Indonesia ini ibarat sebuah benang kusut. Sangat sulit mencari ujung pangkal permasalahannya. Tentu saja hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Dan jawaban yang sangat tidak asing bagi kita semua adalah kualitas guru. Namun pantaskah kita jika kita menyalahkan sang pahlawan tanpa tanda jasa ini melulu?

Ujung Tombak Pendidikan

Jika kita mengibaratkan pendidikan ini adalah sebuah tombak, maka guru sering disebut-sebut sebagai sang ujung tombak. Mengapa? Seperti yang sudah tidak asing lagi, gurulah yang turun langsung ke lapangan dalam menyalurkan pengetahuan kepada peserta didik. Guru adalah orang pertama yang mengenal bagaimana karakteristik peserta didik itu sendiri, bukan menteri pendidikan, apalagi presiden. Namun, karena alasan itulah guru dijadikan orang pertama yang disalahkan jika pendidikan menjadi terpuruk. Padahal, tombak bukan hanya masalah ujungnya saja, masih banyak komponen-komponen lain yang berpengaruh.

Faktor Terpuruknya Pendidikan Indonesia

Keterpurukan pendidikan kita saat ini, bukan sepenuhnya disebabkan oleh guru saja, tapi masih ada faktor-faktor lain yang turut berpengaruh, hanya saja faktor-faktor ini jarang mendapat perhatian lebih dari kalangan elite pendidikan.

Pertama, kebijakan pendidikan pemerintah yang bersifat parsial. Pemerintah kita belum pernah secara tuntas mengembangkan sistem pendidikan mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi yang betul-betul tersistem dalam bentuk keberlanjutan yang konsisten. Pemerintah hari ini terlalu terfokus pada perbaikan evaluasi pendidikan, tapi tidak fokus dalam hal mem-follow up hasil evaluasi tersebut.

Kedua, dana pendidikan yang acak adul. Tak jelas. Pada tahun 2015 ini, dana yang dialokasikan pemerintah untuk pendidikan mencapai 400T. Namun, pengelolaan dana ini masih tidak jelas untuk apa dan bagaimana. Penggunaan dana yang tidak jelas ini kemudian melahirkan masalah yang menjadi biang keladi keterpurukan pendidikan Indonesia, apalagi kalau bukan korupsi. Korupsi ini bukan saja terjadi di kalangan elite pusat saja, tapi sudah mulai menjalar ke provinsi, kabupaten, kota bahkan sampai ke tingkat sekolah. Korupsi ini menyebabkan pendistribusian anggaran menjadi semrawut. Hal ini kemudian menyebabkan banyaknya dana yang bocor, tidak tepat sasaran dan bahkan beberapa tidak terserap. Dana yang dialokasikan untuk pendidikan begitu besar, tapi berapa persen yang betul betul termanfaatkan oleh sekolah-sekolah dan dapat dinikmati siswa dalam rangka meningkatkan pendidikan?

Faktor ketiga, dan sangat jarang menjadi perhatian pemerintah adalah kualitas LPTK. Dalam tataran praktis, LPTK berfungsi mendukung amanat pendidikan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, namun sudah sejauh mana upaya perbaikan dari LPTK itu sendiri?

LPTK hadir untuk menghasilkan output yang berkualitas dan juga senantiasa mengawal dan memberikan fasilitas memadai. Fasilitas itu tentu saja dapat berupa kurikulum yang teruji, sarana dan prasarana, serta tenaga pendidik yang berkompeten. Hal-hal tersebut kemudian menjadi tolak ukur reputasi LPTK. LPTK harus mampu menyiapkan generasi muda untuk menghadapi tuntutan baru masyarakat modern, bukan hanya jago kandang saja, tetapi harus mampu memberikan kebermanfaatan yang lebih luas. Namun jika kita menengok kembali kualitas LPTK saat ini, terutama di daerah NTB, kualitas LPTK itu sendiri masih belum bisa dikatakan baik, entah itus dari segi fasilitas maupun output. Mestinya, jika pemerintah menginginkan pendidikan Indonesia ini lebih maju, mulailah dari generasi muda, mulailah dari calon-calon pendidik yang ada di LPTK, bukannya malah terfokus pada pelatihan guru-guru usang saja.

Jika kita kembali mengibaratkan guru adalah ujung tombak pendidikan kita, maka pemerintah bisa kita ibaratkan sang penembak. Ujung tombak setajam apapun akan menjadi tidak berarti jika berada di tangan penembak yang amatir. Dan LPTK bisa kita ibaratkan sebagai pengasah ujung tombak itu. Ujung tombak akan menjadi tumpul bila diasah di batu yang jelek. Namun jika pengasah itu baik, akan menciptakan ujung tombak yang tajam.

Sudah saatnya pemerintah kita memperhatikan semua komponen-komponen pendidikan, bukan hanya masalah guru saja. Hal-hal diatas yang menjadi faktor keterpurukan pendidikan sejatinya mesti segera diatasi dan diperbaiki. Dengan demikian, tujuan pendidikan yang sesuai dengan amanat konstitusi negara ini akan bisa tercapai.  

1 komentar: