Peserta workshop saat mendengarkan kuliah umum tentang perfilman. |
Pena
Kampus, Mataram—Memperingati Hari Film
Nasional ke-66 (30/3), Teater Putih Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mataram (FKIP Unram) mengadakan Workshop Industri Film Pendek dan
Dokumenter. Bergandengan dengan AP Fondation, acara yang berlangsung di Museum
Nusa Tenggara Barat (NTB) ini disambut ramai.
Dimulai
sejak pukul 14.00 WITA, para peserta undangan mulai memadati meja registrasi.
Alasan mengadakan acara di Museum NTB, Ketua Teater Putih (TP) Taufik Mawardi
mengungkapkan inisiatif pengurus untuk sesekali mengadakan kegiatan di luar.
“Cari udara segar sedikit,” ucap mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
dan Daerah (PBSID) ini.
Hadir
Wakil Dekan (WD) III FKIP Unram, Ni Made Novi Suryanti, selaku perwakilan
pejabat dari kampus putih. Begitu juga dengan beberapa dosen atau praktisi
seni; diantaranya Sahrul Qodri selaku dosen PBSID sekaligus Ketua Dewan
Kesenian NTB, dan Nuryadi selaku dosen Pendidikan Bahasa Inggris. Selain itu,
para siswa SMA pegiat teater pun menghadiri kegiatan tersebut. Tersebutlah SMKN
3 Mataram dan SMAN 6 Mataram. Perwakilan Museum hadir membuka acara dikarenakan
kepala museum berhalangan hadir.
Dalam
workshop ini, Adi Pranajaya menyampaikan kuliah umum terkait film. Di awal,
materi tentang sejarah film dan perfilmam dibahas secara lugas dan padat. Hal
ini diungkapkan oleh salah seorang peserta, Muhammad Mahrus Putera.
Selanjutnya, dimulailah dengan penjabaran bagaimana film Lutung Kasarung yang menjadi awal penciptaan film Indonesia pada
1926. Dilanjutkan dengan film Darah dan Doa pada 1950 sebagai tahun tercetusnya
Hari Film Nasional di Indonesia.
Selain
itu, pendiri unit kegiatan mahasisa fakultas (UKMF) TP ini pun menjelaskan
secara ringkas makna dari film Indonesia dan film nasional. Keduanya dapat
dibedakan dari berbagai aspek, namun yang menjadi pembeda secara umum adalah
keterlibatan pihak diluar warga negara Indonesia (WNI). Baik dari aspek ide,
dana, lokasi pengambilan gambar, dan sebagainya.
Materi
lainnya yang disampaikan pun meliputi bahasa film, manajemen produksi film,
segala hal tentang film pendek/dokumenter, dan kreativitas dan industri film.
Seluruh materi disampaikan melalui ceramah singkat dan selanjutnya diikuti
dengan diskusi. Secara khusus, Adi memfokuskan topik diskusi ke dalam proses
kreatif sutradara dalam menggarap sebuah film.
Harus
Kreatif
Adi
menekankan bahwa seorang sutradara haruslah kreatif dalam menciptakan sebuah
karya film. “Sutradara, menurut saya, dibagi menjadi dua tipe. Yakni tipe
tukang dan tipe kreatif,” ungkapnya saat menyampaikan materi. Yang dimaksudkan
dari tipe tukang adalah seorang sutradara yang serta merta menerima naskah film
dan memainkannya tanpa ada proses bedah naskah dan diskusi lebih lanjut.
Sehingga yang nantinya tercipta adalah karya “mentah”. “Karya tersebut sama
sekali tidak menampakkan jejak sang sutradara. Hambar,” jelasnya lagi.
Lain
halnya dengan sutradara kreatif yang berani menggarap kembali naskah tersebut
sesuai dengan imajinasi dan keinginannya. Adi pun kembali menjelaskan, “Ini
dilakukan agar kesempurnaan film yang ada di ide dan bayangannya sesuai. Inilah
yang disebut kreativitas dalam penyutradaraan.”
Tidak
sampai di situ, setelah diskusi selesai, pemutaran beberapa film dokumenter
dilakukan sebagai bentuk praktika terpadu secara visual kepada peserta yang
hadir. (ild)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar